REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait rekening gendut Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam.
"Saat ini kita koordinasi dengan PPATK soal rekening gendut itu," kata Kasubdit Penyidikan pada Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Sarjono Turin di Jakarta, Jumat (4/9).
Dikatakan, tim sampai sekarang terus melakukan penyidikan kasus tersebut. Dalam penanganan dugaan rekening gendut itu, timnya juga telah mengirim tim ke Hongkong untuk menelusuri rekening orang nomor satu di Provinsi Sultra itu.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus Spontana menyatakan saat ini penyelidikannya tinggal menunggu keterangan saksi kunci warga negara Hong Kong yang memiliki alamat fiktif perusahaan tambang yang memasok dana melalui rekening orang nomor satu di Provinsi Sultra itu.
"Nanti kalau sudah ada keterangan dari saksi kunci itu, segera kasus tersebut dinaikkan ke tahap penyidikan," katanya.
Perusahaan tambang yang dimaksud itu Ritchcorp Internasional Limited dan diketahui sudah tidak beroperasi lagi setelah tim Kejagung mendatangi alamat perusahaan yang bermarkas di Hong Kong itu. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung R. Widyo Pramono pernah menyatakan bahwa pihaknya masih memproses pengusutan kasus tersebut hingga tuntas.
"Semuanya berproses. Untuk memanggil itu, harus ada saksi-saksi. Tunggu saja, apalagi suasananya masih tahun baru," katanya.
Nama Nur Alam mencuat setelah Kejagung menerima nama 10 kepala daerah yang diduga memiliki rekening gendut dari Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK). Kejagung menyebutkan empat nama dari 10 kepala daerah itu, yakni Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Bupati Bengkalis Herliyan Saleh, mantan Bupati Pulang Pisau Achmad Amur, dan mantan Bupati Klungkung I Wayan Chandra.