Selasa 01 Sep 2015 17:20 WIB

Pansel Enggan Ungkap Alasan tak Loloskan Jimly Asshiddiqie

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Angga Indrawan
Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jimly Asshiddiqie (kanan) mengikuti wawancara terbuka di hadapan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK, Jakarta, Selasa (25/8).  (Antara/Yudhi Mahatma)
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jimly Asshiddiqie (kanan) mengikuti wawancara terbuka di hadapan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK, Jakarta, Selasa (25/8). (Antara/Yudhi Mahatma)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia seleksi calon pimpinan (capim) KPK telah menyerahkan delapan nama yang lolos seleksi tahap akhir kepada Presiden Joko Widodo, Selasa (1/9). Dari delapan yang lolos, nama mantan ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie tak masuk di dalamnya.

Tidak lolosnya Jimly ke delapan besar capim KPK memunculkan spekulasi di tengah penetapan tersangka salah satu dari 19 capim KPK oleh Bareskrim Polri. Padahal, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini sebelumnya digadang-gadang sebagai salah satu calon terkuat karena diundang langsung oleh pansel untuk mendaftar.

Ketua Pansel KPK Destry Damayanti juga enggan membeberkan alasan tidak masuknya nama Jimly dalam delapan besar capim KPK yang diserahkan ke Presiden Jokowi. Dia hanya menyatakan salah satu parameter penilaian yang digunakan adalah hasil wawancara terhadap para peserta seleksi.

"Kami melihatnya secara komprehensif, dari hasil wawancara, tes kesehatan, dan catatan-catatan yang kami terima dari para trackers," kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (1/9).

Dalam tes wawancara oleh 'Sembilan Srikandi', pakar hukum tata negara ini ditanya beberapa hal yang sensitif. Pansel saat itu menanyakan adanya aduan yang masuk tentang penggunaan anggaran negara setelah tak lagi menjabat Ketua MK. Selain itu, juga terkait suntikan dana dari pihak swasta untuk yayasan pendidikan Jimly School yang didirikannya.

"Seusai Bapak dari MK, bapak masih ninggalin rumah kontrakan di Pondok Indah dengan sewa Rp 120 juta setahun yang dibayar MK?" tanya anggota Pansel KPK, Enny Nurbaningsih, dalam wawancara terbuka beberapa waktu lalu.

Mendapat pertanyaan tersebut, Jimly pun mengakuinya. Namun, menurut dia, saat itu kontrak rumah masih berjalan dan telanjur dibayar ketika ia melepas jabatan sebagai ketua MK tahun 2008. Di samping itu, rumah pribadinya masih direnovasi setelah lima tahun tak ditempati saat menjabat.

"Saya ini memang nggak sempurna amat," ujar dia. Menurut dia, hal tersebut bukanlah sebuah kejahatan. "Itu bukan kejahatan, tapi kegagalan. Isu-isu itu nggak saya dengerin, habis waktu kita," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement