REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Calon Wali Kota Surabaya Petahana Tri Rismaharini mengaku pesimistis pemilihan wali kota Surabaya bisa terselenggara Desember 2015. Hal itu disampaikan Risma demi melihat perkembangan terakhir pendaftaran di KPU Surabaya yang kembali menyisakan pasangan calon tunggal.
Jika masa perpanjangan yang dibuka hanya dimungkinkan untuk pasangan calon baru, menurut Risma, hal itu sangat berat. Menurut dia, itu karena waktunya sangat terbatas.
“Aku pesimistis. Persyaratannya berat. Urus-urus SKCK, legalisir ijazah dari SD sampai perguruan tinggi. Apalagi kalau sekolahnya di luar kota. Belum syarat yang lain-lain,” ujar Risma, Senin (31/8).
Dimintai pendapat soal keputusan KPU Surabaya menggugurkan pasangan Rasiyo-Abror, Risma mengaku heran. Menurut Risma, problem-problem administratif yang sepele harusnya bisa dikomunikasikan melalui petugas penghubung (LO). Soal ketiadaan dokumen bukti bebas tunggakan pajak, Risma mencontohkan, itu hal yang sangat teknis.
“Pak Abror ini kan di KONI, pasti dong (pajaknya) langusng dipotong. Aku juga tiap terima gaji sudah dipotong. Kalau tidak bayar, pasti sudah dauber-uber petugas pajak dia (Dhimam Abror),” kata Risma.
Berulang kali Risma mengutarakan keheranannya atas keputusan KPU. “Aku enggak tahu ini yang miss di mana. Kayaknya kalau begitu kesalahannya, enggak (seharusnya diguurkan),” kata dia.
Menurut Risma, kalau pilwali Surabaya ditunda hingga 2017, yang dirugikan adalah masyarakat Surabaya. “Saya enggak punya kepentingan. Saya enggak dirugikan. Warga Surbaya yang dirugikan,” tutur Risma.
Ahad (30/8) lalu, KPU Surabaya mengeluarkan keputusan, tidak meloloskan verifikasi pasangan Rasiyo-Abror karena dua kekurangan dalam berkas persyaratan, yakni adanya dua versi surat rekomendasi dari DPP PAN selaku pengusung dan ketiadaan tanda bukti bebas tunggakan pajak Dhimam Abror dari Kantor Pelayanan Pajak. Dengan begitu, pasangan calon Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana kembali menjadi pasangan calon tunggal.