Sabtu 29 Aug 2015 20:09 WIB

Mensos Bantah WTS di Papua 'Pindahan' dari Dolly

Mensos Khofifah Indar Parawansa (kanan) memperhatikan buku Untuk Negeri Ku ketika melakukan ziara ke makam Bung Hatta di TPU Tanah Kusir Jakarta, Rabu (12/8).
Foto: Antara/HO/Trisnadi
Mensos Khofifah Indar Parawansa (kanan) memperhatikan buku Untuk Negeri Ku ketika melakukan ziara ke makam Bung Hatta di TPU Tanah Kusir Jakarta, Rabu (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan sebanyak 61 wanita tuna susila (WTS) yang dipulangkan ke Jawa Timur dari Papua beberapa waktu lalu, bukan 'pindahan' dari lokalisasi Dolly, yang kini telah ditutup.

"Mereka lebih dari tiga tahun di sana, bahkan ada yang belasan tahun. Sedangkan, Dolly baru setahun terakhir ini ditutup," ujarnya di Surabaya, Sabtu (29/8).

Ia mengaku sempat menemui beberapa WTS tersebut dan mendapatkan beberapa data bahwa kebanyakan dari mereka adalah korban perdagangan manusia dengan modus ditawari pekerjaan, tapi malah dijerumuskan ke dunia prostitusi.

Khofifah melanjutkan, pemerintah bertanggung jawab terhadap pemulangan WTS asal Jatim tersebut dengan memberikan jaminan hidup.

Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) itu menjelaskan, jaminan hidup berupa uang sebesar Rp20 ribu dikali 90 hari, transportasi menuju daerah asal masing-masing, serta dana usaha ekonomi produktif.

"Dana ini baru dapat dicairkan di bank lokal daerah masing-masing sehingga dipastikan mereka benar-benar pulang," katanya.

Kepada pemerintah daerah di Indonesia, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan tersebut berharap memiliki inisiatif menutup prostitusi di wilayahnya karena tidak ada payung hukum menaungi sehingga bersifat ilegal.

Meski begitu, penutupan prostitusi tidak dilakukan instan dan diperlukan pendekatan, serta beberapa riset yang dilakukan gabungan pemerintah lokal dan tokoh masyarakat setempat.

Ia menyarankan sebaiknya daerah sebelum melakukan penutupan memang sudah harus mengeluarkan kajian seperti dilakukan Pemerintah Daerah Jayapura ketika menutup tiga lokalisasi pada 21 Agustus 2015, yang ternyata mendahuluinya dengan riset milik Universitas Cendrawasih.

"Dari hasil riset itu maka tokoh masyarakat, adat, agama dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah sepakat menutup. Jadi, sebenarnya penutupan lokalisasi di beberapa daerah tidak dilakukan asal-asalan karena ada proses yang mendahuluinya sampai kemudian keputusan diambil," jelasnya.

Sebelumnya, pada Selasa (26/8) di Pelabuhan Tanjung Perak, Pemprov Jatim menerima 61 WTS yang dipulangkan dari Kabupaten Jayapura, Papua, dengan harapan bisa melanjutkan kehidupan normal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement