Kamis 27 Aug 2015 14:25 WIB

BNPT Ajak Perguruan Tinggi Tangkal Paham Terorisme

Rep: Lintar Satria/ Red: Bayu Hermawan
Personel Densus 88 berjaga di depan rumah terduga teroris di Jakarta Selatan, Ahad (22/3).
Foto: Antara
Personel Densus 88 berjaga di depan rumah terduga teroris di Jakarta Selatan, Ahad (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggandeng perguruan tinggi untuk menangkal gerakan radikal di dalam kampus. Tujuannya untuk mencegah mahasiswa terlibat dan terpengaruh paham radikalisme.

"Mekanisme penanggakal terorisme di perguruan tinggi itu mahasiswa, di masyarakat itu masyarakat itu sendiri, pemerintah yakni BNPT hanya memberi kanal-kanal untuk pencegahan seperti dialog ini," ujar Direktur Pencegahan BNPT, Brigadir Jenderal Hamidin saat dialog "Pencegahan Paham ISIS dan Terorisme" di Universitas Brawijaya Malang, Kamis (27/8).

Hamidin mengatakan, Malang menjadi salah satu target penyebaran gerakan radikalisme termasuk Negara Islam Indonesia Suriah (ISIS). Setelah setahun lalu dideklarasikan Ansharul Khilafah yang mendukung pimpinan ISIS, Abu Bakr Al Baqdadi.

Ia menjelaskan para teroris merekrut anggotannya dengan empat cara. Yaitu melalui jalur kekerabatan, pertemanan, pengalaman dan pesantren. Banyak anggota teroris yang diajak keluarga dan saudaranya.

Hamidi juga mengatakan ada beberapa pesantren yang mengajarkan kekerasan. Selain upaya mempengaruhi mahasiswa dilakukan secara offline para teroris juga merekrut dengan online. Teroris merekrut dengan melalui forum diskusi, radio streaming, video dan jejaring media sosial.

"Untuk itu semangat nasionalisme dan wawasan kebangsaan harus ditingkatkan," katanya.

Bagi mahasiswa yang mengetahui kejanggalan untuk melaporkan ke pusat media damai BNPT. Tujuannya untuk mencegah menyebaran paham radikalisme lebih luas. Dialog ini diharapkan dapat merumuskan strategi untuk membentengi mahasiswa dari pengaruh paham radikalime dan terorisme.

Berdasarkan riset BNPT menggolongkan dua kelompok umur yang mudah terpengaruh. Yakni periode umur 21-30 tahun, dan umur 31-40 sebagai kelompok rentan dipengaruhi gerakan radikal dan terorisme. Tak hanya menggunakan pendekatan agama, juga dilakukan pendekatan ekonomi.

"Mereka diiming-imingi umroh dan gaji besar sampai Rp 50 juta," ujarnya.

Para tokoh jaringan pelaku terorisme yang lama juga mulai kembali muncul. Mereka masuk melalui negara ketiga dengan modus umroh dan berlibur. Beruntung, sekarang sejumlah negara ketiga seperti Turki dan Mesir juga ikut menangkalnya. Sehingga menyulistkan warga negara Indonesia yang akan berangkat ke Irak dan Suriah.

Rektor Universitas Brawijaya Malang, M. Bisri menegaskan cara menangkal suburnya paham radikal di dalam kampus. Para mahasiswa dibebani tugas dan belajar sehingga tak memiliki waktu untuk mengenal paham radikal. Selain itu, juga ditawarkan sejumlah aktivitas di dalam kampus terutama untuk kegiatan minat dan bakat.

Namun, ia mengakui tak bisa mengawasi seluruh aktivitas mahasiswa. Terutama aktivitas di luar kampus. Seperti bekas mahasiswa Universitas Brawijaya Malang, Munfiatun yang divonis bersalah menyembunyikan buronan teroris Noordin M. Top. Bahkan, Munfiatun telah menikah dengan Noordin M Top.

"Ada dua hal yang dilakukan kampus untuk menangkal terorisme, pertama menyibukan mahasiswa dengan belajar kedua dengan ekstrakulikuler lewat UKM, kami punya 60 unit UKM," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement