Selasa 25 Aug 2015 15:33 WIB

OJK Didesak Selidiki Piutang VSIC

OJK
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
OJK

REPUBLIKA.CO.ID,

Reguler :

Permasalahkan Piutang Victoria, Kejagung Harusnya Selidiki BPPN dan BTN Dulu

JAKARTA -- Otoritas Jasa keuangan (OJK) didesak ikut dalam penyidikan atau bahkan mengambil alih, perkara kasus piutang yang diduga Kejaksaan Agung merugikan negara dan melibatkan Victoria Securities International Corporation (VSIC).

"Intinya, Kejaksaan itu kalo melakukan penyelidikan atau penggeledahan terhadap perbankan atau jasa keuangan, harus kerja sama dgn OJK," kata Pengamat Ekonomi Politik dari Center of Budget Analysis, Ucok Sky Khadafi mendesak di Jakarta, Selasa (25/8).

Selain itu, lanjut Ucok, jika dikatakan Kejaksaan ada kerugian negara, seharusnya yang pertama kali diselidiki adalah pihak Badan Penyelematan Perbankan Nasional (BPPN) dan Bank BTN yang mengatur lelang penjualan piutang tersebut. "Pejabat publiknya dulu diselidiki jangan perusahaannya. Kalau perusahaannya itu mengganggu stabilitas investasi nanti," ucap dia.

"Karena yang dilihat nanti pihak yang sudah berinvestasi malah dikriminalisasi, tanpa ada penyelidikan dulu terhadap pejabat publiknya."

Perkara tersebut bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adyaesta Ciptatama meminjam sekitar Rp 266 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare sekitar 1990. Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.

Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang Adyaesta. VSIC membeli aset itu dengan harga Rp 32 miliar. Seiring waktu, Adyaesta ingin menebus aset tersebut, namun, VSIC menyodorkan nilai Rp 2,1 triliun atas aset itu. Pasalnya, nilai hutang tersebut setelah dikalkulasi dengan jumlah bunga dan denda, saat ini sudah bernilai Rp 3,1 triliun.

Pada 2013, pihak Adyaesta melalui kuasa hukumnya Johnson Panjaitan kemudian melaporkan VSIC ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset yang dinilai merugikan negara. Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.

Ucok mengatakan, jika melihat asal muasal permasalahannya, sejak awal seharusnya pihak Adyaesta yang merasa dirugikan mengadu ke OJK, bukan ke Kejakgung. Sebab yang berwenang dalam persoalan yang dituduhkan ini adalah OJK.

"Tapi disinyalir tidak berani mengadu ke OJK karena kan ini penyebabnya cuma Adyaesta yang mau buy back, VSIC sudah setuju untuk jual, tapi dengan harga Rp 2,1 triliun. Sementara Adyaesta maunya Rp 32 miliar. Kemudian disitulah mulai kasus ini terjadi. Intinya, Kejaksaan itu kalau melakukan penyelidikan atau penggeledahan terhadap perbankan atau jasa keuangan, harus kerja sama dgn OJK," tutup dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement