Selasa 25 Aug 2015 02:28 WIB

Syarat tak Berbahasa Indonesia Bisa Picu Kesenjangan

Rep: Issha Haruma/ Red: Indira Rezkisari
Dede Yusuf
Foto: ANTARA
Dede Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IX DPR yang membidangi ketenagakerjaan, Dede Yusuf, mengaku khawatir dengan kebijakan pemerintah yang menghapus syarat kemampuan bahasa Indonesia bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) yang ingin bekerja di Indonesia. Dede mengatakan, seharusnya, pemerintah berkonsultasi dengan pihak legislatif, akademisi dan para ahli terlebih dahulu sebelum membuat kebijakan tersebut.

"Memang ini instruksi langsung presiden, tapi kita bisa diskusikan bersama. Selain itu, juga tidak bisa langsung membuat aturan begitu saja, harus ada sosialisasi," kata Dede di gedung DPR, Jakarta.

Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, selain serbuan asing, seperti di bidang budaya, politik hingga moral, masalah juga akan muncul dari para TKA sendiri. Menurutnya, akan ada kecemburuan dari TKA lama yang sebelumnya wajib melewati uji kompetensi Bahasa Indonesia. Kesenjangan sosial akibat kendala bahasa pun akan muncul saat para TKA berbaur dengan masyarakat lokal Indonesia.

"Mereka akan membuat komunitas sendiri, kelompok sendiri, akhirnya menjadi senior. Persoalan sosial ini krusial karena Indonesia multietnis. Kami harus mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mempergunakan Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013 karena ini juga menyangkut aturan untuk berkomunikasi‎," jelasnya.

Pemerintah telah menghapus persyaratan wajib berbahasa Indonesia bagi para tenaga kerja asing. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan TKA yang menggantikan Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan TKA. Dengan adanya peraturan baru tersebut, tenaga kerja asing kini dapat bekerja di Indonesia tanpa harus memiliki kemampuan berbahasa Indonesia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement