REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tim Pemenangan Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana menilai rencana KPU Surabaya dan Panwaslu Surabaya melakukan uji forensik terhadap berkas persyaratan cawali-cawawali Surabaya berlebihan dan tidak memiliki dasar hukum.
"Semua berkas pencalonan telah diatur oleh Peraturan KPU 9/2015 tentang cara verifikasi faktual atau yang di dalam PKPU disebut sebagai klarifikasi kepada instansi yang berwenang," kata Juru Bicara Tim Pemenangan Risma-Whisnu, Didik Prasetiyono, Senin (24/8).
Menurut dia, KPU dan Panwaslu seharusnya bekerja mempedomani PKPU dan tidak keluar dari rel yang telah ditentukan. Pelibatan Polda Jatim dalam uji forensik dirasa berlebihan dan bukan kewenangan yang diatur dalam PKPU.
Penyelenggaraan pilkada yang berintegritas, lanjut dia, adalah dengan makna transparan dan terbuka. Ia mempersilakan KPU mengklarifikasi ijazah ke sekolah calon atau ke diknas, karena dua lembaga itu yang mempunyai otoritas diatur oleh PKPU sebagai lembaga yang memberikan klarifikasi.
Demikian juga dengan surat keputusan presiden tentang pensiun dini Rismaharini, pihaknya mempersilakan ke Kemendagri untuk membuat berita acara klarifikasi.
"Termasuk juga rekomendasi DPP Partai, kami telah berkomunikasi dengan DPP dan telah siap menerima tim dari KPU maupun Panwaslu bila akan melakukan klarifikasi," kata Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya ini.
Tim Risma-Whisnu berharap proses pilkada dapat berlangsung sesuai aturan yang ada dan tidak diinterpretasikan sesuka hati penyelenggara pemilu.
Ketua KPU Surabaya Robiyan Arifin mengatakan pihaknya akan melakukan uji forensik berkas surat rekomendasi dari DPP PAN untuk pasangan calon (paslon) Rasiyo-Dhimam Abror Djuraid ke Mapolda Jatim. Uji forensik ini untuk mengetahui keabsahan surat tersebut.
"Ini untuk mengetahui keaslian dan kesamaan rekomendasi awal yang di-scan, dengan rekomendasi asli yang baru diserahkan pada tanggal 19 Agustus 2015," katanya.