Jumat 21 Aug 2015 08:20 WIB

Seskab: Silakan Media Massa Kritik Presiden Asal Beri Persepsi Positif

Presiden RI Joko Widodo
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Presiden RI Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo adalah orang yang sangat terbuka. Ia pun membantah jika Presiden Jokowi mulai tampak gerah dengan berita-berita kritis yang disampaikan media massa.

Pria yang akrab disapa Pram itu mengatakan, dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi sejumlah media massa di Jakarta, pada Rabu (19/8) malam lalu, Presiden Jokowi sudah menyatakan bahwa media massa boleh mengkritiknya.

"Ada pengertian yang mendalam, Presiden meminta media itu silakan mengkritik dengan keras ataupun menampilkan hal yang dalam bahasa beliau untuk keperluan rating atau sensasi, tetapi tidak menghilangkan tugas media bagaimana membangun, membawa publik pada persepsi yang positif terhadap keinginan maju ke depan, karena siapa pun presidennya tentunya kan harapannya  bisa membawa bangsa ini ke arah lebih baik,” jelasnya.

Mantan anggota DPR itu melanjutkan, para Pemred juga sudah memberikan masukan yang cukup baik, terutama bagaimana hal yang berkaitan dengan media, termasuk apa yang akan dilakukan adalah sebagai Seskab.

"Saya akan memfasilitasi para menteri untuk setiap waktu bisa bertemu dengan Presiden, dan setelah nanti usai bertemu dengan presiden, mereka akan menyampaikan program-program itu secara langsung kepada media," katanya.

Sebelumnya, saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 Proklamasi Kemerdekaan RI, di depan sidang bersama DPR RI dan DPD RI, Jumat (14/8), Presiden Jokowi mengkritik sejumlah media yang disebutnya hanya mengejar ratingdibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif.

Menurut Presiden Jokowi, saat ini ada kecenderungan semua orang merasa bebas, sebebas-bebasnya, dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingan. Keadaan ini menjadi semakin kurang produktif ketika media juga  hanya mengejar ratingdibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif.

"Masyarakat mudah terjebak pada ‘histeria publik’ dalam merespon suatu persoalan, khususnya menyangkut isu-isu yang berdimensi sensasional," kata Jokowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement