REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pembangunan gedung baru DPR terus menimbulkan polemik. Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan mengklaim, wacana perluasan gedung cukup beralasan. Tetapi, ia menegaskan proyek yang terdiri atas tujuh spot itu belum masuk ke RAPBN 2016.
Wacana pembangunan megaproyek gedung DPR disebut-sebut karena gedung DPR dibangun pertama kali bukan untuk parlemen, melainkan tempat Conference of New Emerging Forces (CONEFO) bersidang di zaman kekuasaan Presiden Sukarno. Sehingga, kini gedung tersebut patut diperluas.
Politikus PAN itu menuturkan, hingga kini Badan Anggaran (Banggar) DPR masih dalam tahapan mendengar pandangan umum fraksi-fraksi, belum menyentuh soal perlunya memasukkan tujuh proyek DPR RI. "Jadi saya belum bisa mengatakan, apakah itu sudah disetujui atau belum. Karena sampai sekarang, dari Banggar belum membahas itu (pembangunan gedung baru DPR)," ucap Taufik Kurniawan di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/8).
Taufik menyebut, sudah ada rapat konsultasi antarpimpinan fraksi yang membahas wacana perluasan dan modernisasi Gedung DPR. Rapat itu, lanjut Taufik, berusaha menggali perihal potensi kelayakan perluasan gedung, standarisasi, dan kemungkinan kajian lain.
Sehingga, nanti bila Banggar sampai membahas pembangunan gedung DPR, sudah tersedia data pendukung yang lengkap. "Tentunya itu masih secara umum," sambung dia.
Dikatakan Taufik, hingga kini belum ada pembahasan dengan pemerintah terkait anggaran pembangunan gedung baru DPR. Tetapi, Taufik menyebut Presiden Joko Widodo mengapresiasi wacana ini.