REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung Widodo membantah anggapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai tampak gerah dengan berita-berita kritis yang disampaikan media massa akhir-akhir ini.
Pramono menegaskan Presiden Jokowi adalah orang yang sangat terbuka. Dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi (Pemred) sejumlah media massa, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/8) malam, juga sudah ada pengertian mendalam mengenai hal ini.
“Ada pengertian yang mendalam, bahwa Presiden meminta media itu silahkan mengkritik dengan keras ataupun menampilkan hal yang dalam bahasa beliau untuk keperluan rating atau sensasi, tetapi tidak menghilangkan tugas media untuk membangun, membawa publik pada persepsi yang positif terhadap keinginan maju ke depan, karena siapapun presidennya tentunya kan harapannya bisa membawa bangsa ini ke arah lebih baik,” jelasnya, Kamis (20/8).
Menurut Pramono, dalam pertemuan di Istana Negara, Rabu (19/8) malam, 24 Pemred yang hadir telah memberikan masukan yang cukup baik, terutama bagaimana hal yang berkaitan dengan media, termasuk apa yang akan dilakukan adalah sebagai Seskab.
“Saya akan memfasilitasi para menteri-menteri untuk setiap waktu bisa bertemu dengan Presiden, dan setelah nanti usai bertemu dengan presiden, mereka akan menyampaikan program-program itu secara langsung kepada media,” terang Pramono.
Sebelumnya saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 Proklamasi Kemerdekaan RI, di depan siding bersama DPR RI dan DPD RI, Jumat (14/8), Presiden Jokowi mengkritik sejumlah media yang disebutnya hanya mengejar rating dibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif.
Menurut Presiden Jokowi, saat ini ada kecenderungan semua orang merasa bebas, sebebas-bebasnya, dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingan. Keadaan ini menjadi semakin kurang produktif ketika media juga hanya mengejar ratingdibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif.
“Masyarakat mudah terjebak pada ‘histeria publik’ dalam merespon suatu persoalan, khususnya menyangkut isu-isu yang berdimensi sensasional,” kata Presiden Jokowi.