REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan setuju dengan usulan beberapa veteran termasuk Wakil Presiden ke-6 RI, Try Sutrisno agar pemerintah mengkaji ulang amendemen UUD 1945.
"Bukan dikembalikan, tetapi amendemen UUD 1945 memang harus dikaji ulang," ujar Ryamizard dalam acara Silaturahmi Menteri Pertahanan RI dengan media massa di kantor Kemhan, Jakarta, Rabu (19/8).
Ryamizard melanjutkan, hal tersebut harus dilakukan karena amendemen sudah mengubah terlalu banyak ayat dan pasal dari UUD 1945. "Awalnya, perubahan itu hanya di pasal tentang batas kekuasaan presiden. Tapi ternyata berlanjut terus, bahkan sampai memengaruhi Undang-Undang untuk TNI dan Polri," katanya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Indonesia periode tahun 1993-1998 Try Sutrisno mengatakan amendemen Undang-undang Dasar 1945, yang telah dilakukan empat kali sejak tahun 1999-2002, harus dikaji ulang oleh pemerintah. "Mari kita kaji ulang (amendemen UUD 1945), yang baik kita teruskan, yang tidak baik ditinggalkan. Bangsa Indonesia harus berani mengoreksi, mengevaluasi dan mengintrospeksi diri," ujar Try Sutrisno.
Menurut Try Sutrisno, dirinya tidak bermaksud menghambat perubahan UUD 1945, yang menurut dia, bisa saja dilakukan karena tuntutan zaman. Kendati demikian, menurutnya, amendemen seharusnya dilakukan melalui tata cara dan prosedur yang lengkap.
Ia mengemukakan amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR pada tahun 1999, seharusnya juga melibatkan rakyat atau referendum. "Waktu itu sebenarnya ada Undang-undang tentang Referendum, namun tidak dipakai. Di dalam undang-undang itu, jika menyangkut perubahan UUD, permasalahan harus dilempar ke rakyat setelah dibicarakan di lembaga tertinggi (di masa Orde Baru adalah MPR), namun nyatanya tidak dipakai dan hanya dijadikan pembahasan internal semata," ujar Try Sutrisno.
Undang-undang yang dimaksud Try Sutrisno adalah UU Nomor 5 tahun 1985 tentang Referendum yang mengatur tata cara pemungutan suara jika MPR ingin mengubah UUD 1945. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Letnan Jenderal Purnawirawan Rais Abin juga mengungkapkan hal senada. Ia mengkritik amendemen UUD 1945 dan mengatakan seharusnya perubahan atau amendemen dilakukan melalui referendum (pemungutan suara), bukan hasil musyawarah segelintir orang.