REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Presiden RI ke-5, Megawati Soekarno Putri menilai, kewenangan Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) harus dikaji ulang. Ia menilai peran MPR saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan UUD dan sistem politik Indonesia.
Menurutnya, MPR semestinya dikembalikan lagi kepada trahnya sebagai lembaga tinggi negara. Yaitu lembaga yang memiliki kewenangan membuat UU, mengangkat presiden dan atau wakil presiden, memecat presiden dan wakil presiden, serta membuat garis-garis besar haluan negara.
Megawati mengakui, saat ini masing-masing lembaga memisahkan kekuasaan. Padahal, Indonesia tidak mengenal sistem pemisahan kekuasaan. Sebab, setiap lembaga akan berpijak pada ego masing-masing. Mereka berlomba memperkuat kewenagan lembaga sendiri dan menegasikan lembaga lain sehingga muncul rivalitas.
''Usulan untuk mengkaji wewenang MPR harus dengan cermat. Jangan hanya karena uji coba politik. Untuk itu, keseluruhan pemikiran dengan landasan filosofis Pancasila, yaitu Sila ke-4,'' kata Megawati di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/8).
MPR, kata Mega, maknanya lebih luas daripada istilah dewan. MPR dibentuk bukan hanya bertindak sebagai sidang gabungan dan sama dengan lembaga lainnya. MPR merupakan representasi dari kedaulatan rakyat.
Karena itu, ia merasa aneh ketika presiden diminta berpidato sampai tiga kali sehingga ruh dari pidato orang nomor satu di Indonesia itu menjadi kurang.