Sabtu 15 Aug 2015 20:40 WIB

Wapres Minta MK Siap Tangani Sengketa Pilkada Serentak

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Presiden Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan pilkada serentak pada akhir tahun ini diprediksi akan diwarnai kekisruhan. Wakil Presiden Jusuf Kalla memperkirakan akan terdapat banyak pengajuan perkara sengketa pilkada dalam pelaksanaan pilkada serentak 2015 nanti.

"Tapi tentu juga kemudian ada aturan-aturannya yang mana boleh masuk MK, mana yang tidak. Dan apalagi pada Desember mendatang 269 pilkada di Indonesia apabila setengah saja komplain itu berarti 120 harus diadili dalam waktu 1,5 bulan," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Sabtu (15/8).

Untuk menghadapi tuntutan dalam sengketa pilkada tersebut, JK pun meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) mempersiapkan diri. "MK pasti harus mempersiapkan hakim, stafnya, dan sarananya. Tapi ini pasti bersamaan lagi, tapi harus 45 hari lagi. Jadi betul-betul ini namanya harus kerja nasional ini. Harus lembur terus menerus," tambah JK.

Sementara itu, Ketua MK Arief Hidayat, mengatakan selama ini Mahkamah Konstitusi sudah menangani dan menyelesaikan ratusan sengketa pilkada. Untuk menangani sengketa pilkada yang diajukan, Arief mengatakan telah menyiapakan seluruh instrumen yang akan digunakan.

Kendati demikian, penyelesaian sengketa pilkada pun memiliki waktu yang terbatas sesuai undang-undang, yakni 45 hari.

"Tapi karena ini serentak oleh UU ditentukan 45 hari. Memang kalau kita lihat 45 hari itu waktu yang sangat terbatas sangat mepet tapi kita sudah berkali-kali mensimulasikan bagaimana kalau itu perkaranya banyak yang masuk dan serentak," kata dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan sesuai aturan undang-undang, tidak semua perkara dapat diterima oleh MK. Arief menyebut, hanya perkara dengan jumlah persentase tertentu yang dapat ditangani.

"Hanya selisih untuk wilayah atau daerah yang jumlah penduduknya sekian selisih hasil suaranya harus setengah persen, 1 persen, 1,5 persen, 2 persen. Kalau selisih suaranya tinggi banyak sekali misalnya yang satu memperoleh 200 ribu yang satu 1 juta itu selisihnya tinggi sekali. Tidak bisa ke MK itu UU yang mengatakan," jelas dia.

Dalam Pasal 158 ayat 1 dan 2 dalam UU 8/2015 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, menetapkan syarat minimal jumlah selisih suara berdasarkan jumlah penduduk agar bisa mengajukan sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi. Untuk provinsi dengan jumlah penduduk dibawah 2 juta, minimal selisih suara dua persen. Provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta minimal selisih suara satu setengah persen dan jumlah penduduk 6 juta-12 juta dengan selisih suara satu persen.

Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, jumlah penduduk dibawah 250 ribu selisih minimal dua persen, jumlah penduduk antara 250-500 ribu selisih suara minimal satu setengah persen. Untuk daerah dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa, minimal selisih suara satu persen dan daerah dengan jumlah penduduk diatas 1 juta jiwa minimal selisih suara setengah persen.

Arief juga berharap penyelesaian sengketa pilkada dapat dilakukan di lembaga-lembaga di tingkat sebelumnya, seperti di PTUN. Dengan demikian, jumlah pengajuan penyelesaian sengketa pilkada yang diterima MK pun berkurang sehingga waktu yang diberikan untuk menyelesaikan perkara dapat mencukupi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement