REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus dugaan korupsi kerja sama kelola dan transfer untuk instalasi PDAM Kota Makassar, Hengky Widjaja usai diperiksa penyidik KPK, Jumat (14/8) malam. Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar itu meminta agar proses hukum terhadapnya dipercepat.
"Kalau sudah ada buktinya langsung ke persidangan saja, Pak Hengky ingin ini tidak berlarut-larut," kata pengacara Hengky, Arfa Gunawan usai mendampingi kliennya diperiksa KPK, Jumat (14/8).
Arfa menyesalkan terkait tidak pernah ditunjukkannya dua alat bukti yang dimiliki KPK terhadap dirinya maupun kliennya. Dia meyakini Hengky tidak bersalah dalam kasus ini. Arfa juga mengklaim, kasus yang disangkakan terhadap kliennya tidak merugikan keuangan negara. Arfa pun yakin Hengky bebas dari tuntutan di pengadilan.
Dia melanjutkan, dalam pemeriksaan kliennya kali ini sebagai tersangka, Hengky dicecar tiga pertanyaan terkait perjanjian kerjasama dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar. Hengky pun tidak menyangkal ada perjanjian kerjasama. Namun, menurut Arfa, tidak ada kerugian negara yang diperbuat kliennya dari kerjasama itu.
"Kita tidak menyangkal jika ada kerjasama dengan PDAM Kota Makassar, tapi bahwa kita menggunakan uang negara, kita tidak menggunakan," ujar dia.
Hengky ditahan penyidik KPK pada 15 Juli 2015. Dia disangka Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan mantan wali kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Ilham telah ditahan setelah kembali ditetapkan sebagai tersangka pada 10 Juni 2015 lalu. Penetapan tersangka itu merupakan yang kedua kali setelah gugatan praperadilan Ilham dikabulkan oleh hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati di PN Jaksel.
Atas penetapan tersangka yang kedua kali ini, Ilham kembali melawan KPK dengan menggugat kembali ke jalur praperadilan. Namun, hakim PN Jaksel menolak gugatan keduanya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 8 November 2012 menyerahkan data hasil audit perusahaan milik Pemkot Makassar itu kepada KPK. Hasil audit tersebut adalah ditemukan potensi kerugian keuangan negara dari kerja sama yang dilakukan PDAM dengan pihak swasta ini.