REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di depan MPR pada peringatan HUT RI ke-70 dinilai kurang greget. Menurut Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Jabar Sunatra, pidato kenegaraan presiden Jokowi kurang menyentuh substansi kebutuhan bangsa yang harus diangkat oleh presiden.
"Ini nyaris laporan Pansus, melaporkan kinerja lembaga-lembaga negara," ujar Sunatra, usai Rapat Paripurna Istimewa DPRD Jabar dengan agenda Mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam rangkaian HUT Ke-70 RI, di Gedung DPRD Jabar Kota Bandung, Jumat (14/8).
Sunatra mengatakan, pidato itu idealnya mengupas makna proklamasi mulai tahun 1945 sampai era kontemporer sekarang. Makna proklamasi, sebagai kata pembebas dari belenggu penjajahan. Jadi, apakah sekarang ini benar kita sudah merdeka dari tekanan asing, atau masih dibawah perintah asing.
"Juga, apakah tata kehidupan kebangsaan kita benar-benar mandiri dan berdaulat secara politik, ekonomi dan berkepribadian sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat," katanya.
Menurut Sunatra, hal-hal itu lah yang sebetulnya ditunggu masyarakat melalui pidato presiden. Sebab harus diingat bahwa pidato kenegaraan di depan MPR itu momentum strategis untuk menyampaikan apa isi hati dan kondisi bangsa saat ini setelah 70 tahun merdeka.
"Saya sangat menyayangkan mengapa presiden Jokowi tidak memanfaatkan momentum," katanya.
Biasanya, kata dia, pidato kenegaraan itu bergetar menyentuh nasionalisme dan heroisme sebagai bangsa pejuang. Peringatan proklamasi, merupakan momentum bagi semua pihak sebagai bentuk pendidikan politik untuk menumbuhkan nasionalisme kepada generasi muda, gererasi penerus. Dengan begitu esatafet rasa kebangsaan dan nasionalisme terus tumbuh dan berkembang.
"Jadi kalau hanya laporan kinerja lembaga-lembaga negara terlalu sumir bagi bangsa yang masih perlu penataan, baik secara ketatanegaraan maupun pembangunan," katanya.
Namun, menurut Sunatra, ada poin yang patut diapresiasi dari pidato kenegaraan tersebut. Yakni ajakan presiden agar lembaga-lembaga negara kompak. Ini harus disikapi, karena memang diakui antar lembaga negara masih belum kompak.
Misalnya, kata dia, antara kepolisian dan kejaksaan belum seutuhkan kompak dalam penegakan hukum, demikian juga antara MK,MA dan Kementrian Hukum dan HAM belum seirama.