Kamis 13 Aug 2015 16:03 WIB

Tak Libatkan KPK, JK: Stabilo Merah Kuning KPK tak Jelas

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
 Presiden Joko Widodo melantik menteri kabinet baru hasil reshuffle di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8).   (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Presiden Joko Widodo melantik menteri kabinet baru hasil reshuffle di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8). (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah resmi menunjuk lima menteri baru dan satu sekretaris kabinet. KPK pun tidak dilibatkan dalam penelusuran rekam jejak terhadap pejabat yang baru dilantik ini.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, penandaan dan penilaian KPK terhadap beberapa calon dengan stabilo merah ataupun kuning sebagai indikasi yang bersangkutan bermasalah secara hukum pun tak jelas. Sebab, kata dia, pemerintah juga tak mengetahui alasan penandaan tersebut.

"Kan itu kita belajar daripada yang dulu. Kadang-kadang juga respon KPK itu ga jelas. Merah, kuning, merah, kuning, kita tidak tahu apa itu alasannya," jelas JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (13/8).

JK melanjutkan, tak ada teori pelabelan rekam jejak para calon pejabat. Kalla mengatakan pelabelan rekam jejak pun tak memiliki dasar serta bukti-bukti.

"Iya dulu juga ndak jelas apa artinya itu merah, kuning, merah, kuning. Kita tidak ada dan tidak ada bukti-buktinya juga dan banyak yang kemudian juga ternyata juga tidak punya dasar yang baik. Merah, kuning, merah, kuning itu," jelas Kalla.

Sebelumnya, Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan KPK tidak dilibatkan dalam penelusuran rekam jejak terhadap pejabat yang baru dilantik ini. Hal ini berbeda ketika mantan gubernur DKI Jakarta itu meminta KPK untuk menelusuri rekam jejak calon menteri Kabinet Kerja di awal pembentukan.

Bahkan, saat itu lembaga antikorupsi ini menandai beberapa calon dengan stabilo merah ataupun kuning sebagai indikasi yang bersangkutan bermasalah secara hukum. Namun, menurut Indriyanto, permintaan penelusuran rekam jejak kepada KPK tidak harus dilakukan.

"Setahu saya tidak ada (permintaan penelusuran rekam jejak) dan bukan sesuatu yang imperatif, karena semua ini adalah hak prerogatif penuh Presiden," ujar dia, Rabu (12/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement