REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golkar M Misbakhun mengkritisi cuitan dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang polemik pasal penghinaan terhadap kepala negara yang masuk dalam rancangan undang-undang (RUU) KUHP usulan pemerintah saat ini.
Menurut Misbakhun, semasa berkuasa SBY justru menggunakan aturan lain untuk membungkam rival-rival politiknya. “Saya kaget ketika Pak @SBYudhoyono muncul pendapatnya, mengingatkan soal potensi pasal penghinaan presiden sebagai pasal karet,'' kata Misbakhun melalui akun @MMisbakhun, Selasa (11/8).
“Lebih heran lagi ketika Pak @SBYudhoyono dg bangganya bercerita tak pernah menyalahgunakan kekuasaan saat berkuasa periode lalu.”
Misbakhun menyinggung kasus yang pernah membelitnya. Saat menjadi anggota DPR periode 2009-2014, mantan pegawai negeri sipil Kementerian Keuangan yang pernah didakwa dalam perkara pemalsuan dokuman letter of credit (L/C) Bank Century itu ternyata dibebaskan oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat peninjauan kembali (PK).
Ia juga menyebut penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi untuk menyingkirkan Anas Urbaningrum. Menurutnya, pasal di UU Tipikor tak kalah lentur dibanding ketentuan tentang penghinaan terhadap kepala negara.
“Apakah Pak @SBYudhoyono menggunakan pasal tipikor dan pasal pemalsuan dokumen untuk memasukkan 'lawan politik' ke dalam penjara?,” cuitnya. “Lalu pasal pemalsuan dokumen 263 KUHP yang dituduhkan kepada saya. Masih ingatkah Pak @SBYudhoyono atas masalah ini?”
Misbakhun bahkan merasa kasus yang membelitnya sangat terasa adanya intervensi SBY. Pada November 2010, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara ke Misbakhun karena dianggap terbukti melanggar pasal 263 KUHP lantaran memalsukan surat gadai untuk mendapat kucuran kredit dari Bank Century.