REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi akan menghidupkan lagi pasal penghinaan presiden. Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya ikut berkomentar.
"Menanggapi apa yg sedang diperdebatkan masyarakat, penghinaan thdp Presiden, izinkan saya menyampaikan pandangan saya. *SBY*," katanya melalui akun Twitter, @SBYudhoyono. "Di satu sisi, perkataan & tindakan menghina, mencemarkan nama baik & apalagi memfitnah orang lain, tmsk kpd Presiden, itu tidak baik. *SBY*. Prinsipnya, janganlah kita suka berkata & bertindak melampui batas. Hak & kebebasan ada batasnya. Kekuasaanpun juga ada batasnya. *SBY*"
Menurut SBY, di sisi lain, penggunaan kekuasaan apalagi berlebihan untuk perkarakan orang yang dinilai menghina, termasukk oleh Presiden, itu juga tdk baik. "Penggunaan hak & kebebasan, tmsk menghina orang lain, ada pembatasannya. Pahami Universal Declaration of Human Rights & UUD 1945. *SBY*," ujarnya.
"Dlm demokrasi memang kita bebas bicara & lakukan kritik, tmsk kpd Presiden, tapi tak harus dgn menghina & cemarkan nama baiknya. Sebaliknya, siapapun, tmsk Presiden, punya hak utk tuntut seseorang yg menghina & cemarkan nama baiknya. Tapi, janganlah berlebihan. *SBY*."
Dia pun mengingatkan, Presiden Jokowi bahwa pasal itu bisa digunakan untuk kepentingan penguasa. "Pasal penghinaan, pencemaran nama baik & tindakan tidak menyenangkan tetap ada "karetnya", artinya ada unsur subyektifitasnya. *SBY*," ujarnya.
"Terus terang, selama 10 th jadi Presiden, ada ratusan perkataan & tindakan yg menghina, tak menyenangkan & cemarkan nama baik saya. Foto resmi Presiden dibakar, diinjak2, mengarak kerbau yg pantatnya ditulisi "SBY" & kata2 kasar penuh hinaan di media & ruang publik *SBY*."