REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya turut mengomentari rencana pemerintah mengajukan RUU KUHP dalam program legislasi tahun 2015. Dimana salah satu pasalnya membahas soal pasal penghinaan presiden yang melahirkan perdebatan pro dan kontra.
Abu mengatakan, dalam kehidupan sosial politik seorang pemimpin dicintai atau dibenci oleh rakyatnya adalah suatu yang lumrah. Dengan begitu, seorang pemimpin tidak bisa memaksa setiap individu agar mencintainya. Demikian pula sebaliknya, pemimpin tidak bisa mencegah rakyat agar tidak membencinya.
"Sejatinya sebaik-baik pemimpin adalah yang dicintai rakyatnya dan rakyat mendoakan kebaikan bagi dirinya bahkan rakyat berdiri rapi di belakangnya untuk mendukung, membela dan menolong pemimpin jika dibutuhkannya," katanya seperti pesan WhatsApp yang diterima ROL, Kamis (6/8).
Begitu juga seorang pemimpin yang baik adalah ia mencintai rakyatnya seperti halnya mencintai dirinya sendiri. Ia akan mengurus, mengayomi, dan memelihara urusan rakyatnya semaksimal pikiran, tenaga, waktu, dan jiwa yang dimilikinya.
Dalam tiap lantunan doa dia sebut rakyatnya agar memperoleh anugrah kebaikan hidup dunia akhirat. Dia akan sedih jika rakyatnya dalam kesedihan.