REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Setara Institute, Hendardi menilai keinginan Presiden Joko Widodo untuk kembali menghidupkan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan bentuk ketidakpatuhan Presiden Jokowi terhadap Konstitusi RI.
"Pasal ini sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK pada Desember 2006 yang menyidangkan perkara nomor 013/PUU-IV/2006. Norma yang sudah dibatalkan MK tidak boleh lagi dipungut menjadi norma dalam sebuah UU baru," katanya di Jakarta, Selasa (4/8).
Sebelumnya dalam draf dari pemerintah mengajukan kembali pasal tentang penghinaan terhadap kepala negara yakni, Presiden dan wakil Presiden. Menurutnya, jika pemerintah memaksakan maka dapat dianggap sebagai penyelundupan hukum sekaligus pelanggaran terhadap Konstitusi RI.
"Presiden Jokowi, sekali lagi menunjukkan ketidakpahamannya terhadap praktik ketatanegaraan Indonesia," kata Hendardi.
Usulan memasukan kembali pasal penghinaan terhadap Presiden dan wakil presiden ini mendapatkan pro dan kontra. Namun, hal itu masih akan dilakukan pembahasan di komisi III DPR.