REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menyampaikan sikap keberatan terhadap keputusan Sidang Komisi Organisasi Muktamar ke-33 Nahdlathul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur. Organisasi yang dibidani NU itu menolak dimasukan ke dalam AD/ART NU sebagai badan otonom atau banom.
Ketua Umum PB PMII, Aminuddin Ma’ruf menyampaikan, meski PMII lahir dari NU, melalui Deklarsi Munarjati yang diserukan di Malang pada 1972, organisasi berbendera kuning itu telah menyatakan bersifat independen atau tidak terikat dengan organisasi manapun. Meski demikian, menurut Ma’ruf, PMII tidak mengingkari adanya ikatan sejarah dan ideologi dengan NU. Hubungan itu, Ma’ruf menyampaikan, mereka sebut sebagai ‘interdependensi’.
“Interdependensi, artinya bahwa PMII memiliki keterkaitan secara historis, ideologis, nilai, asas dan tujuan dengan jam’iyah Nahdlatul Ulama,” ujar Ma’ruf di Media Center Muktamar ke-33 Nu di Jombang, Selasa (4/8).
Ma’ruf mengemukakan, pada Muktamar ke-33 NU hari ini, sidang Komisi Organisasi meminta PMII menjadi badan otonom. Menurut Ma’ruf, setelah melakukan koordinasi di antara anggota PB PMII dan para pengurus cabang, secara organisasional, mereka menolak kebijakan tersebut.
Sebagai alternatif dan penegasan, mereka berharap status ‘interdependensi’ dimasukan secara tersurat ke dalam AD/ART PMII. “Kami memohon kepada para senior yang menjadi muktamirin untuk membantu kami memasukan draf interdependesi ke dalam AD/ART NU, bukan menjadi banom. Ini karena kami organisasi mahasiswa punya sejarah panjang,” papar Ma’ruf.
Jika Muktamar ke-33 NU memaksakan untuk memasukan PMII sebagai badan otonom, menurut Ma’ruf, PMII akan merumuskan sikap melalui mekanisme organisasional yang ada.