REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta akan mempelajari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan praperadilan mantan Menteri BUMN dan Dirut PT PLN Dahlan Iskan.
"Tentunya kami memahami putusan itu, kemudian kami akan mempelajarinya," kata Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta Waluyo, Selasa (4/8).
Selanjutnya, kata dia, pihaknya akan memperbaiki apa yang disebutkan oleh hakim tunggal PN Jaksel yang menangani gugatan praperadilan itu.
Alternatif lainnya, pihaknya akan menuntaskan penanganan kasus tersebut, serta siapa saja yang terlibat termasuk dengan mengumpulkan alat bukti yang ada.
Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Lendriyati Janis menyatakan penetapan tersangka Dahlan Iskan oleh Kejaksaan Tinggi DKI dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gardu induk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, tidak sah.
"Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon (Dahlan Iskan) yang dilakukan oleh termohon (Kejaksaan Tinggi DKI) adalah tidak sah, berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon," kata Lendriyati Janis saat membacakan putusannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.
Hakim juga menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-752/O.1/Fd.1/06/2015 yang dikeluarkan pada 5 Juni 2015 oleh Kejaksaan Tinggi DKI yang menetapkan sebagai tersangka juga tidak sah dan tidak berdasarkan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan yang mengikat.
Pada 22 Juli 2015 pihak Dahlan Iskan telah mengajukan permohonan praperadilan untuk melakukan pengujian alat bukti. Pihaknya menilai bahwa alat bukti harus diperoleh melalui proses penyidikan dan bukan penyelidikan.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan mantan Dirut PLN dan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan gardu induk PLN Jawa, Bali, Nusa Tenggara senilai Rp1,063 triliun.