Senin 03 Aug 2015 16:34 WIB

Yogyakarta:Stok Air Bersih Cukup di Musim Kemarau

 Warga mengisi jerigen nya dengan air bersih di Muara Baru, Jakarta utara, Kamis (12/2).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga mengisi jerigen nya dengan air bersih di Muara Baru, Jakarta utara, Kamis (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Perusahaan Daerah Air Minum Tirtamarta Yogyakarta menyatakan mampu memenuhi kebutuhan air untuk semua pelanggan meskipun saat ini memasuki musim kemarau.

"Sampai saat ini, kami belum menerima keluhan dari pelanggan yang mengatakan kekurangan air. Artinya, air dari PDAM mengalir 24 jam sehari ke pelanggan di seluruh wilayah," kata Direktur Utama PDAM Tirtamarta Yogyakarta Dwi Agus Triwidodo di sela peringatan ulang tahun ke-46 PDAM Tirtamarta Yogyakarta, Senin.

Meskipun demikian, ia tidak menampik jika ada beberapa pelanggan yang mengeluh aliran air di rumahnya tidak lancar. "Mungkin saja hal itu disebabkan aliran listrik di lokasi tersebut sedang mati," katanya.

Pada puncak musim kemarau yang diperkirakan terjadi pada September, Dwi Agus memastikan bahwa PDAM sudah memiliki stok air yang cukup guna memenuhi kebutuhan sekitar 33.700 pelanggan.

Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengingatkan perusahaan daerah tersebut untuk terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan menyediakan air bersih yang berkualitas, merata serta terjangkau.

"Pelayanan terbaik kepada masyarakat harus menjadi tujuan utama karena penyediaan air bersih menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberhasilan pembangunan di Kota Yogyakarta," kata Haryadi.

Haryadi menyebut, ketersediaan air bersih yang memenuhi standar akan berpengaruh pada kualitas atau derajat kesehatan warga Kota Yogyakarta.

"Artinya, ketersediaan air bersih sangat penting dan harus dipenuhi," katanya.

Haryadi juga meminta PDAM Tirtamarta bisa bersikap terbuka terhadap semua kritik dan masukan dari masyarakat selaku pelanggan dan memberikan tanggapan cepat atas kritik dan saran yang masuk.

"Selama musim kemarau, PDAM harus bersiap-siap menghadapi kemungkinan terjadinya kekeringan di wilyah Kota Yogyakarta. Siapkan tim khusus untuk menghadapi potensi bencana itu," katanya.

Jika di Kota Yogyakarta tidak terjadi bencana kekeringan, lanjut Haryadi, maka air yang sudah disiapkan bisa digunakan untuk membantu daerah lain yang mengalami kekeringan.

Said mengatakan sebagai proyek yang besar, program pembangunan pembangkit 35 ribu MW ini pasti akan menemui hambatan dalam prosesnya. Akan tetapi, belajar dari proyek pembangkit listrik FTP I dan II, Said telah merumuskan setidaknya ada beberapa hambatan yang dapat menyebabkan keterlambatan pembangunan pembangkit.

Beberapa hambatan tersebut di antaranya ialah terkait pembebasan dan penyediaan lahan, serta terkait proses negosiasi harga antara PLN dan Independent Power Producer (IPP). Terkait hambatan pembebasan dan penyediaan lahan, Said mengatakan pihaknya akan menerapkan UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Sedangkan terkait hambatan dalam proses negosiasi harga, Said mengatakan pihaknya akan menetapkan harga patokan tertinggi untuk IPP dan Excess Power sebagaimana Permen No. 3 Tahun 2015.

Hambatan lain, lanjut Said, ialah terkait penunjukkan IPP. Untuk mengatasi masalah tersebut, Said mengatakan pihaknya akan melakukan penunjukkan langsung EBT Mulut Tambang. Said juga mengatakan pengurusan izin di tingkat nasional dan daerah terkadang menjadi hambatan tersendiri dalam pembangunan pembangkit. Untuk mengatasinya, Said mengatakan peran Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) akan dapat membantu.

"Intinya, yang penting terus waspada dan terus melihat realita di lapangan, karena kita harus kreatif dalam mencari solusi. Saya kira kita tetap optimis bahwa program akan berjalan," tegas Said.

Said mengatakan sejauh ini program pembangunan pembangkit 35 ribu MW ini sudah berjalan. Sebanyak 19 persen dari total proyek 35 ribu MW, lanjut Said, sudah dalam tahap konstruksi. Selain itu, sekitar 70 persen proyek 35 ribu MW ini juga sudah dalam proses pengadaan dan sisanya masih dalam proses persiapan.

Terkait sumber energi bagi pembangkit 35 ribu MW ini, Said mengatakan sebanyak 50 persennya akan disediakan oleh batubara. Sedangkan 25 persen lainnya akan disediakan dari gas dan sisanya berasal dari energi baru terbarukan seperti matahari, air, angin, bio, dan geothermal.

Said mengatakan tidak ada kekhawatiran dalam penggunaan batubara yang dikenal menimbulkan polusi ini. Untuk mencegah agar penggunaan batubara tidak menyebabkan polusi di Indonesia, penggunaannya hanya dibatasi sebanyak 50 persen saja dari total 35 ribu MW. Sehingga, ketika pembangunan pembangkit dengan sumber energi batubara ini disebar di seluruh nusantara, level polusi yang dihasilkan masih bisa terkelola.

"Kita juga mendorong supaya teknologi yang digunakan merupakan teknologi ultrap-supercritical, yang polusinya paling rendah," jelas Said.

Rektor ITB Kadarsah Suryadi melalui Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB, Bermawi Priyatna Iskandar, mengatakan rencana pembangunan pembangkit 35 ribu MW merupakan proyek besar. Meski begitu, proyek ini dapat berjalan lancar jika segenap komponen dapat bahu-membahu untuk mencapai target.

"Pengalaman membangun 2x10 ribu MW kemarin banyak faktor teknis dan non teknis yang dapat dijadikan pelajaran," ujar Iskandar.

Iskandar juga mengatakan ITB sebagai aset bangsa juga akan memberi dukungan dalam proyek 35 ribu MW ini, khususnya dalam penyiapan kebutuhan atas insinyur. Iskandar juga mengingatkan bahwa dalam pembangunan pembangkit listrik, pembanguan saluran transmisi juga menjadi hal yang perlu diperhatikan.

"Butuh inovasi dalam perencanaan, sehingga proyek dapat direalisasikan dan sesuai pada azas dan aturan yang berlaku," ujar Iskandar.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement