REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diajukan pemerintah ke DPR RI terdapat pasal yang mengatur penghinaan pada Presiden RI. Pasal ini sebelumnya pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK), namun di rancangan terbaru, pasal ini kembali dimunculkan.
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella mengatakan, komisi III akan mengkaji serius terkait penghidupan pasal ini oleh pemerintah. Menurutnya, MK pernah menghapus pasal-pasal yang berkaitan dengan penghinaan pada Presiden.
“Apakah pasal ini masih bisa diberlakukan atau tidak, karena berkaitan dengan putusan MK,” kata dia pada wartawan, Senin (3/8).
Dalam pandangan MK, kata dia, semua warga negara Indonesia memiliki hak yang sama di mata hukum. Tidak membedakan posisi apapun semua sama di mata hukum. Namun, bukan berarti juga Presiden boleh dihina.
“Jadi ini bukan soal pada orang, tapi soal jabatan yang Presiden yang merupakan salah satu simbol sebuah negara,” tegas anggota komisi III DPR ini.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin mengakui ada beberapa pasal yang dimunculkan kembali sejak ada putusan MK. Yaitu pasal substansi tentang penghinaan kepada Presiden. Hal itu akan menjadi salah satu pembahasan antara panitia kerja RUU KUHP dalam bentuk pembahasan DIM (daftar inventarisasi masalah).
Namun, menurut dia, berdasarkan azas hukum yang berlaku, sesuatu yang telah dibatalkan MK tidak bisa lagi dibahas atau dihidupkan kembali dalam RUU yang baru. Jadi, imbuh politikus partai Golkar ini, pasal itu tidak bisa dihidupkan kembali oleh pemerintah.
“Dihidupkan kembali pun, akan dibatalkan oleh MK,” kata dia di kompleks parlemen.