Ahad 02 Aug 2015 19:27 WIB

'Polisi dan Jaksa Masuk KPK, Itu Penyakit!'

Rep: C20/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Pansel KPK Destri Damayanti (kedua kiri) bersama anggota Pansel KPK memimpin ujian Seleksi calon pimpinan KPK 2015-2019 di Pusdiklat Setneg, Jakarta, Rabu (8/7).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Ketua Pansel KPK Destri Damayanti (kedua kiri) bersama anggota Pansel KPK memimpin ujian Seleksi calon pimpinan KPK 2015-2019 di Pusdiklat Setneg, Jakarta, Rabu (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum Universitas Indonesia (UI) Gandjar Bondan mengatakan pembentukan Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) dikarenakan kinerja institusi kepolisian dan kejaksaan masih belum optimal. Ia menilai memasukkan Polri dan Kejaksaan dalam komposisi pimpinan KPK sama dengan memasukan penyakit ke dalam lembaga antirasuah tersebut. 

"Polri dan Jaksa masuk KPK, itu penyakit," kata Gandjar dalam diskusi 'Komposisi Pimpinan KPK yang Ideal' di restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta, Ahad (2/8).

Gandjar mengatakan publik harus dapat melihat risalah UU KPK. Ia menjelaskan dalam risalah tersebut menyatakan bila KPK dibentuk karena Polri dan Kejaksaan belum optimal dalam memberantas korupsi. 

"Sejarah dan risalah telah menjelaskan, seharusnya tidak dibenarkan ada polisi maupun jaksa mewakili institusinya dalam KPK," ujar Gandjar. Gandjar menambahkan, KPK bukan perwakilan lembaga hukum. Bondan pun berharap, lembaga anti rasuah dapat mandiri dan independen. 

"Termasuk dalam komposisi penyidik, penyelidik dan penuntutnya," kata Gandjar. 

Bondan juga meminta panitia seleksi calon pimpinan KPK harus mencari sosok terbaik agar memenuhi syarat dan tak perlu memusingkan soal kompisisi perwakilan lembaga penegak hukum. 

Sementara itu, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti mengatakan, keterwakilan lembaga tertentu bukan hal yang diharuskan saat memilih pimpinan KPK. Menurut dia, yang terpenting pimpinan KPK harus punya wawasan cukup dalam tugas pokok dan fungsi KPK serra kemampuan manajerial yang baik.

"Kita harus ingat kebutuhannya bukan kebutuhan institusional, tapi kemampuan penuntut umum dan penyidik," kata Bivitri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement