Jumat 31 Jul 2015 19:47 WIB

Dahlan Iskan Pernah Jadi Saksi Lima Tersangka

Pakar hukum Yusril Ihza Mahendra bersama tersangka korupsi PLN Dahlan Iskan.
Foto: Antara
Pakar hukum Yusril Ihza Mahendra bersama tersangka korupsi PLN Dahlan Iskan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Dirut PT PLN Dahlan Iskan pernah menjadi saksi lima orang dari 15 tersangka korupsi pengadaan gardu induk PLN, kata saksi Syarif Nahdi yang dihadirkan Kejaksaan Tinggi DKI pada sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (31/7).

"Dia (Dahlan Iskan) sebelumnya pernah jadi saksi dari lima orang tersangka," kata Syarif Nahdi yang juga pernah menjadi penyidik kasus tersebut pada saat dia masih menjadi pegawai di Kejaksaan Tinggi DKI.

Syarif yang saat ini telah dipindahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat juga mengatakan penetapan setelah diperiksa sebagai saksi pada 4 Juni, keesokan hari Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara melalui Sprindik yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi DKI, dengan demikian dia menjadi tersangka ke-16.

Kejaksaan Tinggi DKI mengatakan penetapan tersangka berdasarkan dua bukti permulaan berupa dokumen. Menurut kuasa hukum Dahlan Ishkan, Yusril Ihza Mahendra, bukti yang dibawa oleh Kejaksaan Tinggi DKI belum cukup, karena penyidik baru mengumpulkan bukti-bukti setelah penetapan tersangka dengan penggeledahan kantor Nasri Sebayang.

Kejaksaan DKI menetapkan tersangka Dahlan dengan bukti yang telah digunakan untuk menetapkan 15 tersangka sebelumnya. Menurut Guru Besar Hukum Pidana Prof Edward Omar Sayrif yang menjadi saksi ahli pada praperadilan itu mengatakan, memungkinkan jika perkara sudah di lidik dan terbukti ada tindak pidana dan masih relevan untuk menetapkan tersangka berikutnya, maka alat bukti tersebut sah dan tidak perlu penyelidikan ulang.

"Dalam KUHP, pada saat penyelidikan jika mau menetapkan perkara itu tindak pidana harus ada dua alat bukti, baru menentukan jadi tersangka," kata dia.

Begitu pula dengan saksi ahli Guru Besar Hukum Pidana Marcus Priyo Gunarto mengatakan, alat bukti yang relevan masih dapat digunakan terus tanpa harus mengulang penyelidikan. Dia juga mengatakan penetapan tersangka harus sesuai koronologi, tidak secara acak.

Saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agustina Arumsari menyatakan dugaan kerugian negara akibat kasus itu sebesar Rp 60 miliar. Dia mengatakan BPKP melakukan audit investigasi tersebut atas permintaan dari penyidik, yaitu Kejaksaan Tinggi DKI.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement