REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum Dahlan Iskan (DI) menyerahkan sejumlah alat bukti ke persidangan praperadilan yang diajukan tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi gardu PLN tersebut.
"Hari ini kami menyampaikan alat-alat bukti ke persidangan, merupakan bukti-bukti tertulis. Ini baru sebagian, nanti akan disusul dengan tambahan alat bukti pada sidang berikutnya," ujar kuasa hukum DI, Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Rabu (29/7).
Dia menerangkan, alat-alat bukti yang disampaikan di persidangan tersebut, seluruhnya adalah bukti tertulis yang menyebutkan bahwa memang telah terjadi kesalahan prosedur dalam proses penetapan DI sebagai tersangka.
Bukti tertulis itu antara lain adalah surat keputusan penetapan tersangka DI, surat perintah penyidikan (sprindik) kepada para penyidik yang bertanggal sama, dan surat panggilan kepada saksi-saksi fakta untuk didengar keterangannya sehubungan dengan sangkaan tindak pidana yang dilakukan DI.
"Dan kemudian surat perintah melakukan penggeledahan dan penyitaan barang-barang bukti terhadap kasus Pak Dahlan ini, yang semuanya dilakukan sesudah penetapan beliau sebagai tersangka," tukasnya, menambahkan.
Menurut dia, hal tersebut jelas menyalahi prosedur yang diatur dalam KUHAP, sebagaimana yang ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa dua alat bukti yang cukup untuk menjadi dasar penetapan tersangka harus didapat setelah keluar sprindik dan sudah ditetapkan siapa tersangkanya.
"Ini beliau dinyatakan sebagai tersangka lebih dulu baru kemudian dicari alat-alat buktinya, baik diperiksa saksi maupun dilakukan penggeledahan dan penyitaan untuk mengumpulkan alat bukti pendukung lainnya atas dugaan kesalahan yang ditujukan ke klien kami," tukasnya.
Penetapan tersangka yang didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-752/O.1/Fd.1/06/2015 yang dikeluarkan pada 5 Juni 2015 tersebut dianggap melanggar "due process of law" dan mengabaikan hak asasi, ujar Yusril.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan gardu induk PLN Jawa, Bali, Nusa Tenggara senilai Rp 1,063 triliun.
Kejaksaan juga telah memeriksa mantan Dirut PLN Nur Pamuji yang menggantikan Dahlan Iskan saat ditarik menjadi Menteri BUMN pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir 2011. Sejauh ini jaksa telah menetapkan status tersangka terhadap 15 orang yang terlibat perkara tersebut, termasuk sembilan karyawan PT PLN yang sudah menjalani penahanan.
Seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 2, 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman kurungan maksimal 20 tahun.
Megaproyek milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut digarap sejak bulan Desember 2011 dan ditargetkan selesai pada bulan Juni 2013.