REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- El nino dan kekeringan mengancam sebagian besar areal persawahan di Sumatra, Kalimantan, Bali, dan Nusa Tenggara hingga beberapa bulan ke depan. Petani-petani di wilayah terdampak di Bali diminta untuk berhenti menanam padi sejak Juli ini dan mengganti komoditas tanamannya menjadi jagung dan atau kedelai.
"Petani-petani diminta menyesuaikan pola tanam. Daerah yang pengairannya terbatas tidak lagi menanam padi, melainkan jagung atau kedelap yang relatif sedikit membutuhkan air," kata Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardhana kepada Republika, Senin (27/7).
Intensitas kekeringan di Bali, kata Wisnuardhana tergolong ringan hingga sedang, belum mencapai berat atau puso. Selain menyesuaikan pola tanam, dinas-dinas pertanian di kabupaten dan kota di Pulau Dewata juga menyalurkan bantuan pompa air dan menerapkan sistem gilir giring untuk pengairan sawah.
Sistem gilir giring adalah membagi air irigasi secara bergilir, terarah dan terencana di petakan sawah yang ditanamipadi. Ini secara efektif dan efisien akan membagi air ke semua zona dan mencegah areal sawah lainnya mengalami kekeringan. Sistem ini memanfaatkan sumber air permukaan, seperti sungai, dan pompanisasi. Diharapkan dengan penerapan tersebut daspat mengurangi dampak musim kemarau di lahan pertanian.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar telah menginformasikan musim kering di Bali terjadi hingga Juli-Agustus 2015 dan puncaknya September. Wilayah yang terdampak kekeringan serius di Bali di antaranya Buleleng dimana tercatat tiga subak di Kecamatan Sawan mengalami kekeringan.
Berikutnya Tabanan dimana empat subak di Kecamatan Kerambitan juga kering. Wilayah lainnya adalah Nusa Penida, Karang Asem, dan Jembrana.