REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat menyatakan hingga bulan Juni 2015 telah menerima sekitar 55 kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak.
"Itu baru yang masuk ke kami, belum lagi pada lembaga terkait lain. Di Jawa Barat, kasus kekerasan seksual pada anak masih mendominasi aksi kekerasan anak," Ketua P2TP2A Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan, pada acara sosialisasi "Internet Sehat", di Bandung, Ahad (26/7).
Netty mengatakan, berdasarkan kutipan dari press release SoB, Inc (Striving on Branding), data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hingga April 2015 menunjukkan bahwa masalah terkait anak berturut-turut meliputi kasus anak berhadapan dengan hukum mencapai 6.006 kasus, kasus pengasuhan (3.160 kasus), kasus pendidikan (1.764 kasus), kesehatan dan napza (1.366 kasus), dan cybercrime-pornografi (1.032 kasus).
"Oleh karena itu, pada momentum ini kamu juga menekankan bahayanya dampak penggunaan internet oleh anak yang tidak diawasi orang tua, diantaranya penyiksaan (bullying), kekerasan seksual, hingga menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking)," kata dia.
Pada sosialisasi tersebut, Netty dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan membagikan selebaran mengenai bahaya internet bagi anak, dan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi konten internet yang dapat diakses anak.
Berdasarkan data Survey Cyber Crime tahun 2014, sebanyak sembilan persen pengguna internet pernah mendapat konten kekerasan, radikalisme, hingga terorisme. Selain itu, 64 persen pengguna internet pun pernah mendapat konten pornografi.
Sedangkan 49 persen pengguna tidak mengetahui bahwa dalam game (online) yang dimainkan terdapat kategori batasan umur.
"Dengan internet sehat, diharapkan perkembangan kedewasaan psikis anak berjalan optimal, sebanding dengan kedewasaan biologisnya," ungkap Aher ditemui usai aksi sosialisasi. Jangan sampai kedewasaan biologis lebih tinggi daripada kedewasaan psikis anak, bisa berbahaya," kata dia.