REPUBLIKA.CO.ID, PALAS -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih memberlakukan kebijakan pemadaman bergilir terutama di daerah transmigrasi seperti di Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara berlangsung setiap hari dan bahkan dengan daya tidak normal.
"Kalau sekarang pelayanan listrik PLN, cenderung semakin membaik karena pemadaman bergilir tidak sampai dua jam setiap hari," papar Aan (47), warga Desa PIR Trans Sosa Unit IB, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Padang Lawas, Sumut, Kamis (23/7).
Ia mengatakan, kondisi pemadaman bergilir tidak sampai dua jam sehari mulai dirasakan sejak memasuki bulan puasa Ramadan tahun ini, walau dengan teganggan atau daya tidak mencapai 220 Volt.
Meski kondisi itu telah mengakibatkan banyak barang eletronik milik warga menjadi cepat rusak karena daya kurang terutama pada waktu beban puncak pukul 18.00 Wib sampai 22.00 Wib.
Namun, sebagian warga tranmigrasi melakukan antisipasi dengan memasang alat stabilisator atau trafo setabil untuk menstabilkan voltase menjadi 220 Volt.
"Yang jelas dari dulu sampai hari ini, listrik PLN di daerah trans selalu padam setiap hari. Kalau dulu bisa satu hari lamanya pemadaman, sedangkan sekarang hanya dua atau satu jam dala sehari," ucapnya.
Kamto (35), warga transmigrasi mengatakan sudah tidak dapat menghitung berapa besar biaya yang mereka harus keluarkan hanya untuk menganti bola lampu atau barang-barang elektronik akibat kebijakan pemadaman bergilir dan terbatasnya daya.
Seperti diketahui, terdapat sembilan desa dari satu kecamatan di Padang Lawas dan mengikuti program transmigrasi yang digagas Presiden Soeharto dan kini mendiami Desa PIR Trans Sosa Unit IA, Unit IB, Unit IIA, Unit IIB, Unit IIIA, Unit IIIB, Unit IV, Unit V dan Unit VI.
Belum lagi penduduk tempatan di Kecamatan Hutaraja Tinggi lainnya dan warga tempatan di Kecamatan Batang Lubu Sutam yang berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.
"Suara kami jarang disuarakan baik oleh pers atau anggota DPRD setempat. Berbeda orang yang tinggal di kota, baru sebentar padamkan listrik, semua orang sudah pada hujat PLN. Kami hanya pasrah, sembari berharap pemerintah pusat perhatikan daerah transmigrasi ini," terangnya.
Ucok Siregar (51), menambahkan, walau telah terwujud pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan pada akhir tahun 2007 menjadi daerah otonom dengan nama Kabupaten Padang Lawas, namun perbaikan demi perbaikan daerah itu belum dirasakan masyarakat tempatan.
"Sampai saat ini, kami belum merasakan dampak dari pemekaran kabupaten induk. Terutama jalan masih buruk, listrik terbatas dan air bersih masih sulit. Warga kami selalu kesulitan cari air bersih di musim kemarau seperti saat ini," ucapnya.
"Padahal setiap hari, baik petani tranmigrasi dan warga tempatan di Sosa ini menjual hasil tandan buah segar sawit ke pabrik kelapa sawit yang berjumlah sekitar tujuh unit untuk diolah menjadi minyak sawit dan turunan," katanya.
Berdasarkan data terakhir Pemerintah Kabupaten Padang Lawas, jumlah total luas perkebunan kelapa sawit di daerah itu saat ini mencapai 180 ribu hektare yang dikelola oleh sekitar 20 perusahaan swasta.
Sekitar 35 ribu hektare lebih dari total perkebunan sawit tersebut, merupakan kebun sawit milik rakyat dengan skala rata-rata di bawah 25 hektare.