REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina mengatakan, Kamis, pihaknya akan membuka kembali bekas pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat yang ditutup lebih dari 20 tahun lalu.
Filipina akan menempatkan perangkat militernya di fasilitas itu, yang menghadapi titik panas sengketa Laut CinaSelatan.
Rencana itu diumumkan di saat Filipina sedang terlibat sengketa dengan Cina terkait klaim terhadap bagian-bagian Laut Cina Selatan, termasuk dangkalan yang kaya untuk memancing di dekat pangkalan militer tersebut.
Juru bicara departemen pertahanan, Peter Galvez, mengatakan Filipina akan menempatkan pesawat dan kapal-kapal angkatan laut di Teluk Subic. Subic pernah menjadi salah satu pangkalan militer AS terbesar di luar negeri hingga ditutup pada 1992.
"Lokasinya sangat strategis," kata Galvez, mengacu pada posisi pangkalan itu yang menghadap ke Laut Cina Selatan, yang disebut Manila dengan Laut Filipina Barat.
"Kalau kita perlu mengerahkan (militer) ke Laut Filipina Barat, (Subic) sudah ada di situ, kita tidak menyangkal hal itu. Itu adalah pangkalan di laut dalam."
Setelah Amerika pergi, pangkalan luas yang berjarak dua jam perjalanan darat di utara Manila itu diubah menjadi zona perdagangan dan pusat industri yang mengenakan pajak terhadap perusahaan-perusahaan yang membangun pertokoan.
Militer Filipina baru-baru ini sudah menyewa kembali fasilitas-fasilitas itu dari pihak berwenang pemerintah yang mengelola zona bisnis tersebut, kata juru bicara kepresidenan Herminio Coloma.
Tahun lalu, Manila menandatangani perjanjian yang memberi sekutunya di bidang pertahanan, Amerika Serikat, akses ke fasilitas-fasilitas militer Filipina sebagai bagian dari rencana pasukan Filipina --yang kekurangan peralatan-- untuk memperoleh kemampuan pencegahan.
Namun, kesepakatan yang memungkinkan pasukan Amerika Serikat bisa menggunakan kembali Pangkalan Subic itu mengalami penangguhan di tengah tantangan legal saat ini yang sedang diproses oleh Mahkamah Agung.
Cina mengklaim sebagian besar Laut Cina Selatan, wilayah yang merupakan jalur perkapalan penting dan strategis serta diyakini memiliki kekayaan minyak dan gas.
Cina saat ini sedang menjalankan rekonstruksi pulau rekayasa di wilayah itu.
Filipina merupakan salah satu pihak yang bersuara keras terhadap klaim Tiongkok itu dan telah meminta pengadilan yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyatakan klaim Cina atas sebagian besar Laut Cina Selatan ilegal.