REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat H Muhammad Amin mengakui akibat kekeringan yang kini melanda sejumlah wilayah di provinsi itu tak pelak membuat masyarakat harus rela menukar beras guna memperoleh air bersih.
"Ini terjadi di wilayah Lombok bagian selatan yang memang terparah mengalami dampak kekeringan. Untuk memperoleh air bersih saja masyarakat harus menukar dengan beras," kata Amin di Mataram, Sabtu (11/7).
Kata dia, NTB sendiri berdasarkan perkiraan BMKG akan mengalami kekeringan panjang dan parah di tahun ini, lantaran dampak dan cakupan wilayahnya akan lebih meluas dibandingkan tahun 2014 lalu.
"Jadi menghadapi kekeringan ini kita harus siap-siap. Kalau tahun lalu dampaknya cukup besar dan meluas. Tetapi sekarang akan lebih luas lagi, karena banyak sumber air yang menyusut," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah provinsi sendiri telah berusaha mengatasi dampak kekeringan tersebut, salah satunya mendistribusikan ait bersih ke daerah-daerah yang dilanda kekeringan terparah, khususnya untuk masyarakat di wilayah Lombok bagian selatan.
"Memang distribusi air itu solusi efektif, tetapi dengan itu saja tidak cukup, perlu cara lain untuk mengatasi ini, misalnya mengalirkan air dari wilayah utara yang banyak air ke wilayah selatan," jelasnya.
Untuk diketahui, Pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan siaga darurat kekeringan menyusul meluasnya daerah yang dilanda kesulitan air bersih akibat kekeringan.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), jumlah wilayah yang terkena dampak kekeringan tersebar di 378 desa, 75 kecamatan dan sembilan kabupaten/kota, mulai dari kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima, dan Kota Bima.
Dari sembilan daerah, terdapat empat wilayah terparah, yakni Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Timur, Kabupaten Bima dan Sumbawa Barat.
Sementara itu, di tahun 2014, BPBD NTB mencatat sebanyak 200 desa mengalami kekeringan dan kesulitan air bersih akibat kemarau panjang. Ke 200 desa tersebut tersebar di sembilan kabupaten/kota di wilayah NTB. Kondisi itu terus bertahan hingga bulan Nopember 2014.
Bahkan, akibat kekeringan tersebut, sebanyak 1 juta orang penduduk di sembilan kabupaten/kota di provinsi itu, dihadapkan pada kesulitan memperoleh air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.