REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta tidak gegabah melegalkan Go-jek jadi moda angkutan umum. Sebab, ojek belum masuk dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Pemprov jangan malah seolah melegalkan ojek. Ini harus ada UU-nya lho. Bayangkan, jika ada kecelakaan, penumpang ojek enggak bisa dapat asuransi karena tidak diatur dalam UU," kata Ketua FAKTA Azas Tigor Nainggolan saat dikonfirmasi, Sabtu (11/7).
Semestinya, kata Azas berpendapat, jika Go-jek ingin menjadi modal transportasi umum, maka harus mengenakan pelat warna kuning layaknya angkutan pada umumnya. "Pelatnya juga pelat hitam dan bukan pelat kuning untuk kendaraan umum, itu lho yang seharusnya ditekankan pemerintah," paparnya.
Tetapi, kata Azas, aplikasi Gojek merupakan terobosan yang patut diapresiasi. Pasalnya, ini merupakan inovasi terbaru yang memang membanggakan.
"Harus diapresiasi adanya Go-jek dan sebagainya. Ini partisipasi masyarakat untuk bisa membantu pemerintah mengurangi masalah transportasi yang belum memadai," ucap dia.
Azas juga khawatir dengan dianakemaskannya ojek di Jakarta, maka akan muncul kecemburuan sosial kepada moda transportasi sederhana lainnya seperti becak, andong dan lain-lain.
"Jadi para tukang becak sudah nanya ke saya, becak dilarang tapi kok ojek beroperasi. Ini kan enggak adil namanya," katanya.