Rabu 08 Jul 2015 23:52 WIB

Tanggapan Pemohon Atas Putusan MK

Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Amin Madani/Republika
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan ketentuan yang mengharuskan legislator untuk mundur dari jabatannya sejak ditetapkan oleh KPU atau KIP sebagai calon Kepala Daerah.

Hal ini diputuskan oleh Mahkamah yang mengabulkan sebagian permohonan dari uji materi dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Pemohon mengajukan uji materi dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 7 huruf r dan Pasal 7 huruf s. Pasal 7 huruf s UU Pilkada 2015 tersebut dinyatakan oleh Mahkamah telah berlaku diskriminatif, karena tidak mengharuskan anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk berhenti dari jabatannya, melainkan cukup hanya memberitahukan pencalonannya kepada pimpinan masing-masing.

"Terdapat potensi bahwa hak konstitusional Pemohon akan dirugikan dan kerugian dimaksud, menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi," kata Hakim Konstitusi ketika membacakan pertimbangan Mahkamah seperti dikutip Antara, Rabu (8/7).

Pemohon dalam uji materi ketentuan a quo adalah Adnan Purichta Ichsan yang merupakan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Pemohon menganggap hak konstitusionalnya dirugikan atau setidaknya berpotensi dilanggar dengan berlakunya norma pasal dalam UU 8 Tahun 2015 yang diuji pada perkara tersebut.

Selain Adnan, pemohon lainnya adalah calon Bupati Pandeglang  Ali Nurdin. Andi Syafrani, kuasa hukum Ali Nurdin mengatakan, putusan tersebut merupakan keberhasilan MK untuk mengembalikan hak konstitusi warga negaranya, yang dicabut oleh pembuat UU melalui UU Nomor Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.

Menurut Andi, terdapat dua norma yang ditegaskan MK. Pertama adalah norma yang diatur tentang konflik kepentingan keluarga petahana, yang bertentangan dengan UUD 1945. Artinya, norma itu tidak bisa dilaksanakan dalam Pilkada.

Kedua, harus ada asas keadilan bagi seluruh calon yang ingin mendaftar dalam Pilkada, dengan berbagai latar belakang, baik PNS, Polri, TNI, Pejabat BUMN/BUMD, atau DPR/DPD/DPRD semua ketika dinyatakan secara resmi sebagai calon dalam Pilkada, harus mundur dari posisinya masing-masing. “Menurut MK, Pasal 7 huruf s bertentangan dengan Pasal 28 J ayat 2 UUD 1945 dan mengandung unsur diskriminatif,” kata Andi melalui siaran persnya yang diterima Republika, Rabu (8/7).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement