REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan, setiap pembalut wanita yang akan dijual harus terdaftar dan dilakukan uji daya serap serta uji flouresensi.
“Selain itu melalui uji flouresensi. Ini untuk mengetahui batas aman kadar klorin,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Indonesia Maura Linda Sitanggang kepada ROL, Selasa (7/7).
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan uji sampel pembalut dan pantyliner semua merek yang dipakai perempuan di Tanah Air. Hasilnya, semua merek pembalut dan pantyliner ini menggunakan bahan kimiawi Klor yang digunakan sebagai pemutih kertas dan pakaian.
Peneliti YLKI Arum Dinta mengaku mengumpulkan sampel sembilan merek pembalut dan tujuh merek pantyliner. “Hasilnya, semua merek pembalut dan pantyliner mengandung klorin. Hanya kadarnya berbeda-berbeda antara 5 sampai dengan 55 ppm,” ujarnya.
Hasil uji pembalut Charm disebutnya memiliki Klor tertinggi yaitu 54,73. Sementara Nina Anion 39,2; My Lady 24,44; V Class Ultra 17,74; Kotex 9,23; Hers Protex 7,93. Kemudian Laurier 7,77;Softex 7,3 dan Softness Standar Jumbo 6,05. Sementara untuk pantyliner yaitu V Class 14,68; Pure Style 10,22; My Lady 9,76; Kotex Fresh Liners 9,66. Kemudian Softness Panty Shileds 9: Carefree superdry 7,58, dan Laurier Active Fit 5,87.
Padahal, kata dia, bahan pembalut yang banyak beredar dipasaran itu sangat berbahaya untuk kesehatan. Bahkan, setelah diamati lebih dalam, bahan dasarnya tidak 100 persen kapas murni tetapi terdiri dari campuran bubuk kayu dan limbah pakaian mengandung klorin.
Pembalut wanita yang mengandung Klorin berisiko tinggi terhadap reproduksi kesehatan wanita. Termasuk risiko adanya keputihan, gatal-gatal, iritasi, dan menyebabkan kanker.
Padahal, pembalut dan pantyliner digunakan di area sensitif dan seharusnya bebas klorin. Dia menambahkan, pembalut dan pantyliner di Tanah Air melanggar karena belum mencantumkan kadar klor di dalam standar nasional Indonesia (SNI)-nya.
Bahkan, ada produk-produk tertentu yang tidak mencantumkan kode registrasi Kemenkes. Maura mengakui, kalau mengacu kepada SNI 16-6363-2000 untuk pembalut memang belum ada persyaratan ambang batas kandungan klori. Namun, ia mengklaim yang kemungkinan menyebabkan bahaya adalah dioxin jika dalam suhu panas.
Tetapi, Kemenkes meminta masyarakat agar menggunakan produk dengan izin edar dan bila mencurigai produk tertentu agar dilaporkan ke Kemenkes atau menelpon Halo Kemenkes.
“Kami akan melakukan pengecekan dan tindak lanjut segera bila benar produk tidak memenuhi persyaratan. Produk yang tidak memiliki izin edar juga supaya dilaporkan,” ujarnya.