REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, tampilnya perwira Polri dalam pencalonan kepala daerah ataupun institusi lain merupakan hal positif bagi citra kepolisian dan sekaligus bisa menjadi tolak ukur kepercayaan publik pada institusi Polri yang selama ini cenderung negatif.
Namun, tampilnya perwira Polri dan pejabat Kejaksaan dalam jajaran komisioner KPK adalah sebuah langkah mundur. “Sebab, lahirnya KPK adalah akibat ketidakmampuan Polri dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi,” kata dia pada siaran pers yang diterima Republika, Selasa (7/7).
IPW berharap, Pansel KPK mencermati keberadaan para perwira Polri dan kejaksaan yang mendaftar sebagai Komisioner KPK. Jika para perwira Polri dan kejaksaan masuk dalam jajaran Komisioner KPK, sebaiknya KPK dibubarkan saja dan pemerintah didorong untuk memperkuat Polri dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
Menurut dia, KPK akan menjadi sangat aneh, jika awalnya terbentuk karena ketidakmampuan Polri dan kejaksaan, malah komisionernya diisi para polisi dan jaksa. Secara kasat mata, kemampuan dan komitmen polisi yang mendaftar sebagai Komisioner KPK bisa diukur, antara lain, saat mereka menjadi kapolsek, kapolres, kapolda, atau pejabat kepolisian lainnya.
“Apakah mereka pernah membongkar atau menangani kasus korupsi, terutama di internalnya. Jika mereka tidak pernah atau tidak mau membongkar kasus korupsi, terutama di internalnya, lalu apa yang bisa diharapkan dari mereka saat duduk menjadi Komisioner KPK,” tambah Neta.
Neta melanjutkan, berbagai lembaga survei mengatakan Polri sebagai lembaga terkorup, sehingga diragukan mereka bisa membersihkan atau membongkar kasus-kasus korupsi di internal kepolisian. Untuk itu, Pansel KPK harus bekerja keras dan harus menghindari hal-hal yang "lucu" di KPK jilid empat.