REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama-nama politisi dan simpatisan partai politik tidak luput lolos dalam seleksi administrasi calon pimpinan (capim) KPK. Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natoesmal Oemar mengatakan capim dari kalangan ini harus diwaspadai dan dipertimbangkan kembali.
Erwin menyebut kalangan yang memiliki latar belakang partai politik tidak seharunya berada dalam jajaran pimpinan KPK. Sebab, mereka sangat berpotensial memiliki misi tersendiri untuk kepentingan politik.
"Politisi aktif dan simpatisan partai politik misalnya Ahmad Yani (Politikus PPP) dan beberapa lainnya yang lolos seleksi harus diwaspadai. Tentu saja orang-orang ini berpotensial untuk membajak KPK demi kepentingan politik," kata Erwin saat dihubungi ROL, Ahad (5/7).
Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum politisi sering terlibat dalam kasus korupsi. Hal ini bisa berdampak pada visi dan misi KPK memberantas korupsi. Mereka berpeluang menyalahgunakan wewenang demi kepentingan diri sendiri maupun partainya dalam jangka pendek.
Ahmad Yani sendiri adalah politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia merupakan mantan anggota Komisi III DPR RI yang dikenal acapkali berbicara keras soal KPK.
Tim Pansel capim KPK resmi mengumumkan pendaftar yang lolos pada tahap pertama. Sebanyak 194 orang tersebut berasal dari berbagai profesi, diantaranya 46 orang advokat atau konsultan hukum, 31 orang berasal dari swasta dan BUMN, 28 orang dosen, 23 orang penegak hukum (polisi, jaksa, hakim), sepuluh orang auditor, dan empat orang dari KPK.
Capim yang lolos seleksi tahap pertama wajib mengikuti tahapan selanjutnya, yaitu tes objektif dan pembuatan makalah pada 8 Juli mendatang pukul 09.00 WIB hingga 15.30 WIB.