REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden jatuhnya pesawat Hercules C-130 milik TNI AU di Jalan Jamin Ginting, Medan, Sumatera Utara, Selasa (30/6) waktu setempat diharapkan bisa menyadarkan pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada pemeliharaan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang dimiliki TNI AU. Perlu ada uji kelayakan yang dilakukan terhadap Alutsista TNI AU, terutama pesawat-pesawat yang usianya sudah tua.
Pengamat militer, Susaningtyas Kertapati menyebutkan, insiden tersebut menjadi bahan pelajaran buat pemerintah. "Pemerintah harus memberikan atensi kepada Alutsista AU, karena tak ada kata tunggu di udara. Kalau jatuh bisa fatal akibatnya," ujar Susaningtyas, Selasa (29/6).
Susaningtyas menyebutkan, nilai dari sebuah pesawat itu adalah kelayakan terbang. Untuk itu diperlukan adanya uji kelayakan terhadap pesawat yang dimiliki TNI AU, khususnya yang sudah berusia tua. "Uji kelayakan kembali bagi pesawat AU yang ada menjadi penting sekali," katanya.
Selain itu, perlu ada perhatian khusus dan peningkatan dalam pemeliharaan dan perawatan Alutsista yang ada. Pun dengan adanya rencana pembelian pesawat yang baru oleh TNI AU. Pemerintah harus melihat dari tingkat kelayakannya.
"Yang baru akan dibeli, ya beli yang tingkat kelayakan dan panjang umurnya," tutur mantan anggota Komisi I DPR itu.
Berdasarkan data yang diperoleh, TNI AU setidaknya memiliki dua skuadron pesawat Hercules C-130, yaitu yang berada di Lanud Abdul Rahman Saleh dan Lanud Halim Perdanakusuma. Masing-masing skuadron itu memiliki 16 pesawat Hercules.
Dari jumlah keseluruhan yang dimiliki, pesawat Hercules paling tua adalah produksi tahun 1964 dan tahun 1984, baik dari tipe A ataupun tipe B. Sedangkan, yang paling baru adalah hibah dari Australia pada awal 2015, yaitu sebanyak lima pesawat dari delapan pesawat yang telah dijanjikan.