Jumat 26 Jun 2015 23:44 WIB

AJI Serukan Perusahaan Media Memberikan THR kepada Pekerjanya

Rep: Lintar Satria/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Anggota Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) mengikuti aksi Hari Kebebasan Pers Sedunia di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (3/5). (Republika/Wihdan)
Anggota Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) mengikuti aksi Hari Kebebasan Pers Sedunia di Taman Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (3/5). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG-Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, menyerukan kepada perusahaan media untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerjanya. AJI juga membuka Posko Pengaduan THR Pekerja Media untuk menerima pengaduan dari pekerja media terkait pemberian THR.

 

"THR merupakan hak normatif yang harus diberikan oleh pihak pengusaha kepada seluruh pekerjanya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan," kata Heri Istiawan, Ketua AJI Malang, Jumat (26/6).

Heri menambahkan berdasarkan ketentuan tersebut, pengusaha wajib membayarkan tunjangan, baik dalam bentuk uang, ataupun yang disertakan dengan bentuk lain. Mereka yang berhak memperoleh tunjangan meliputi pekerja yang berstatus karyawan tetap dan berstatus kontrak (termasuk di dalamnya jurnalis yang berstatus koresponden, kontributor, dan semacamnya).

 

"Kami juga mengingatkan kepada perusahaan-perusahaan media yang melakukan pemutusan hubungan kerja dalam kurun waktu 30 hari sebelum Lebaran, untuk tetap memenuhi hak THR para pekerjanya, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 6  Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994," tambah Heri.

 

Pemberian THR kepada jurnalis adalah kewajiban perusahaan media, bukan kewajiban narasumber, pejabat pemerintah, pihak swasta atau pihak-pihak lainnya. Kewajiban itu harus dibayarkan pihak pengusaha kepada karyawannya paling lambat 7 hari sebelum perayaan hari raya Idul Fitri.

Bagi perusahaan yang tak sanggup membayar THR, wajib melaporkan ke Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan selambat-lambatnya dua bulan sebelum Lebaran.

 

"Kami juga mengimbau kepada narasumber di pemerintah maupun perusahaan swasta, serta pihak manapun, untuk tidak memberikan THR kepada jurnalis. Pemberian semacam itu tidak tepat dan tak sesuai Kode Etik Jurnalistik. Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik melarang para jurnalis menerima suap atau sogokan dalam bentuk apapun," tegas Heri.

 

Heri mengatakan kepada Kementerian Tenaga Kerja, AJI meminta agar pegawai pengawas ketenagakerjaan di tingkat kota dan provinsi untuk secara proaktif memantau kepatuhan perusahaan media soal pembayaran THR kepada pekerjanya, serta menindak pelaku pelanggarannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement