Jumat 26 Jun 2015 21:25 WIB
Revisi UU KPK

Elite Bernafsu Ingin Lemahkan dan Bubarkan KPK

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Karta Raharja Ucu
Lambang KPK.
Foto: today.co.id
Lambang KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Institute of Ecosoc Rights, Sri Palupi berpendapat, elit politik terlihat jelas bernafsu ingin melemahkan, bahkan membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurutnya, upaya elit politik untuk melemahkan dan membubarkan KPK terlihat sangat kuat. Bisa dikatakan upaya ini terlihat dengan mata telanjang.

"Ada niat untuk revisi undang-undang (UU) KPK, dan mencabut kewenangan penyadapan saat penyelidikan. Belum lagi wacana dana aspirasi yang artinya mereka mau korupsi secara sistematis tetapi tanpa malu," katanya saat diskusi Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia (GDRI) bertema 'Seleksi Komisioner KPK dan Upaya Pelemahan Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi dan KMP' di Jakarta, Jumat (26/6).

Di satu sisi, niat elite ini berlawanan dengan masyarakat yang ingin KPK diperkuat, bahkan dibandingkan sebelumnya. Tapi publik dicemaskan dengan sikap Presiden Joko Widodo dan situasi politik yang mengelilinginya. Di satu sisi presiden menolak revisi UU KPK.

Tetapi DPR menyatakan usulan revisi UU KPK itu datang dari pemerintah. Belum lagi menguapnya kasus korupsi Wakapolri Komjen Pol Budi Gunawan. "Di tengah-tengah kecemasan tingkat elit dan masyarakat, panitia seleksi (pansel) KPK pimpinan KPK bekerja," ujarnya.

Namun, ia menyadari tidak mudah bagi anggota pansel bekerja dalam situasi tekanan politik seperti ini. Memang, tidak ada tekanan secara vulgar. Namun, ia khawatir adanya ancaman penitipan seseorang untuk menjadi ketua KPK.

Sebab, kata dia, ada persoalan menghadang, seperti aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kejaksaan Agung, hingga Kepolisian yang mengajukan daftar nama calon orang nomor satu di KPK. Sehingga, orang yang layak untuk mendaftar maka situasi ini menjadi cemas.

"Keluarga calon pelamar juga menolak untuk mendaftar karena kriminalisasi KPK. Rata-rata keluarganya entah istri, ibunya atau anaknya yang tidak setuju," ujarnya.

Karena dua arus besar inilah, dia melanjutkan, pansel diminta mengkaitkan kepentingannya dengan masyarakat sipil yang notabene kuat mendukung KPK. Pansel diminta harus memiliki dukungan dari akar yaitu masyarakat. Artinya, kata dia, ini perkara bagaimana pansel bekerja dengan strategi dan daya tahan menjawab persoalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement