Jumat 26 Jun 2015 18:23 WIB

Akankah Masalah Lumpur Lapindo Selesai dengan Ganti Rugi?

Rep: Andi Nurroni/ Red: Esthi Maharani
Seorang warga melihat kondisi semburan lumpur panas Lapindo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (8/4).
Foto: Republika/Prayogi
Seorang warga melihat kondisi semburan lumpur panas Lapindo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Dalam waktu dekat, pemerintah akan mencairkan sisa pembayaran ganti rugi bagi warga terdampak semburan lumpur panas Lapindo. Dana senilai Rp 781 miliar dipinjamkan pemerintah kepada PT Minarak Lapindo Jaya (PT MLJ) untuk dikembalikan dalam jangka waktu empat tahun.

Dengan pembayaran ganti rugi, akankan masalah lumpur Lapindo selesai?

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Rere Christianto berpendapat, pemenuhan sisa ganti rugi merupakan kewajiban yang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dana yang diterima warga, menurut Rere, bisa menjadi modal pemulihan hidup para korban yang sudah sembilan tahun terkatung-katung.

Meski begitu, Rere menekankan, pemulihan hidup korban tidak akan selesai hanya dengan ganti rugi. Menurut dia, Pemerintah dan PT MLJ harus memastikan pemulihan psikologis dan struktur sosial warga yang telah porak-poranda akibat terusir dari kampung halamannya. Struktur sosial yang harus dipulihkan, Rere mencontohkan, adalah hilangnya pekerjaan.

Menrut Rere, pihak yang berwenang harus bertanggung jawab mengembalikan lagi kepercayaan diri dan kemampuan warga dalam menjalani pekerjaannya.

“Misalnya, mereka yang petani harus berdaya kembali jadi petani, atau mereka yang perajin,” ujar Rere kepada Republika, Jumat (26/6).

Untuk memulihkan struktur sosial tersebut, menurut Rere, diperlukan pelatihan dan pendampingan. Sejauh ini, menurut Rere, pihaknya tidak melihat upaya Pemerintah maupun PT MLJ ke arah sana.

Selain soal stuktur sosial menurut Rere, pemerintah juga harus menjamin pemenuhan hak warga atas kesehatan dan serta melakukan pemulihan lingkungan yang rusak, termasuk pembuangan lumpur  ke Kali Porong.

Mendukung pernyataan Rere, Peneliti Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Surabaya Dian Noeswantari menyoroti ancaman yang ditimbulkan kerusakan lingkungan di sekitar lokasi semburan lumpur panas.

Dian yang pernah terlibat dalam advokasi korban lumpur Lapindo menyampaikan, hari ini, sumber air dan udara di sekitar lokasi lumpur telah terpapar zat-zat yang berbahaya bagi tubuh.

Menurut Dian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah terjun ke lapangan dan memperingatkan bahaya penyakit, termasuk kanker akibat pencemaran yang terjadi.

“Silakan di cek di puskesmas-puskesmas, penderita ISPA meningkat, di RSUD Sidoarjo, pasien kanker meningakat. Memang belum pernah ditelusuri asal-usul peningkatan pasien kanker, tapi diduga kuat itu berkaitan dengan semburan lumpur,” ujar Dian.

Ia menggambarkan, saat ini, kondisi air di sekitar genangan lumpur berwarna hitam hijau kehitaman karena mengandung timbal. Air tanah itu, menurut Dian, akan terus bergerak meluas, bahkan bisa menjangkau radius 5 kilo meter dari titik tanggul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement