Rabu 24 Jun 2015 23:12 WIB

Menaker Enggan Menanggapi Desakan Turun dari KSPI

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri enggan dikonfirmasi terkait mengenai permintaan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang ingin supaya menaker diganti (reshuffle).

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan bahwa Hanif adalah salah satu menteri yang harus di reshuffle. Republika coba mengkonfirmasi pernyataan KSPI hanya saja pesan singkat dan telepon yang Republika kirim tidak dibalas hingga berita ini ditulis.

Menurut Said Iqbal, jika Presiden Indonesia Joko Widodo benar melakukan reshuffle jabatan menteri, maka yang pantas diganti adalah menaker.  “Sebab, tidak ada satupun kebijakan Hanif yang dirasakan buruh. Malah banyak kebijakannya yang kontroversial merugikan dan meresahkan buruh,” ujarnya, di Jakarta, Rabu (24/6).

Ia menyontohkan, beberapa kebijakan Hanif yang meresahkan buruh seperti surat edaran direktur jenderal yang memuat setiap PUK di perusahaan yang punya anggaran dasar (AD)/ anggaran rumah tangga (ART) sendiri. Selain itu rencana kenaikan upah yang menjadi dua hingga lima tahun sekali, tripartit nasional (tripnas) yang sudah bubar, ratusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati tanpa kejelasan aksi Menaker.

Selain itu, kebijakan atau peraturan yang dilakukan Hanif dinilai pihaknya yang tidak berjalan seperti rancangan peraturan pemerintah (RPP) jaminan pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang tidak selesai. Padahal, program ini per 1 Juli 2015 sudah harus berjalan. Kemudian program BPJS Kesehatan untuk buruh melalui koordinasi manfaat berhenti di tempat.

“Selain itu penggunaan sistem pekerja outsorcing (alih daya) kembali marak secara masif termasuk di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena lemahnya penegakan hukum,” ujarnya.

Pihaknya juga mengkritik kebijakan menaker tentang perumahan buruh yang tidak jelas karena hanya berlindung dibalik presiden. Kriminalisasi dan kekerasan terhadap buruh maupun pimpinannya semakin marak terjadi tanpa ada bantuan Menaker.

Tak hanya itu, kebijakan upah minimum dari Menaker juga dinilai tidak jelas orientasinya. Terakhir, Gerakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan produktivitas menurun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement