REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarul Zaman meminta agar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk tidak mengesahkan surat pengunduran diri kepala daerah (kada) demi meloloskan keluarga atau kerabatnya dalam Pilkada serentak.
Rambe menilai mundurnya kepala daerah jelang Pilkada ini sebagai upaya untuk mengakali politik dinasti. "Ya saya kira begitu, jangan seenaknya mundur, berkaitan dengan politik dinasti ini kan namanya ngakali," katanya di Komisi II DPR, Senayan, Selasa (23/6).
Menurutnya, proses pemunduran kepala daerah dengan niatan tersebut juga harus benar-benar dikaji oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tersebut. Pasalnya, jabatan yang diemban kepala daerah juga terikat dengan sumpah jabatan dengan DPRD.
"Kan ada sumpah jabatan, jadi harus ada sidang DPRD untuk mundur apakah diterima atau tidak," ujarnya.
Selain itu juga terkait Surat Edaran KPU terkait penjelasan petahana kata Rambe harus dijelaskan secara rinci oleh KPU. Pasalnya, ia menilai adanya surat itulah yang membuka celah bagi kepala daerah untuk mundur.
"Jadi didalam aturan tidak ada itu, surat edaran itu yang harus diclearkan, apa PKPU itu, jangan membuat bingung, besok akan kita minta (KPU) klirkan," jelasnya.
Sementara Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan definisi petahana yang tertuang dalam PKPU merupakan hasil dari konsultasi dengan DPR, KPU dan juga Kemendagri. "Itu hasil diskusi di rapat konsultasi, dimana tadinya kami mau meluaskan, lalu diminta konsisten berdasar UU (Pilkada)," ujarnya.