Selasa 23 Jun 2015 08:38 WIB

Pesanan Akik Fosil Buatan Slamet Makin Meningkat

Batu Akik Galih Kelor, Batu Akik Fosil Khas Semarang
Foto: Bukalapak.com
Batu Akik Galih Kelor, Batu Akik Fosil Khas Semarang

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pesanan atas batu akik dari fosil Galih Asem buatan Slamet, warga Kampung Tambra Dalam, Semarang, semakin diminati masyarakat. Terlebih selama bulan puasa ini, pesanan semakin meningkat.

"Ya, pesanannya dari mana-mana, bukan hanya dari Semarang. Alhamdulillah, pada bulan puasa ini ramai pesanan," kata Slamet (41) penemu akik Galih Asem dan Galih Kelor di Semarang, Senin.

Ditemui di Masjid As Sholeh Darat Semarang, pria yang menjabat sekretaris II takmir masjid itu menjelaskan pemberitaan tentang Galih Asem dan Galih Kelor temuannya membuat banyak orang berdatangan.

Dua fosil itu berbeda dari jenis pohonnya, sebab Galih Asem diambil dari inti pohon asam yang sudah membatu, sementara Galih Kelor berasal dari inti pohon kelor yang telah menjadi fosil.

Slamet pun memberdayakan empat warga sekitar untuk membantunya memenuhi pesanan. "Kalau hari-hari biasa, ya, sehari saya bisa menjual sekitar 50 biji, sementara pada bulan puasa ini Alhamdulillah meningkat. Ya, peningkatannya kira-kira sekitar 65 persen," katanya.

Ia mencontohkan pesanan dari warga Malaysia bernama Datuk Mohammed yang dulu pernah memborong akik fosilnya, dan kini memesan lagi akik Galih Asem sebanyak 500 biji untuk oleh-oleh Lebaran.

Warga Malaysia itu, kata dia, mengaku memesan banyak untuk oleh-oleh Lebaran dan pesanan sebanyak itu baru mampu dicukupinya sebanyak 230 biji yang sudah dikirimnya ke Negeri Jiran itu.

Ayah tiga anak itu mengaku sebenarnya sudah bergelut dengan dunia perakikan sejak 1998 atau jauh sebelum "booming akik", namun ketika itu belum terlalu digelutinya seperti sekarang ini.

"Sekarang saya tidak hanya menjual akik Galih Asem dan Galih Kelor, namun banyak jenis batu akik. Ada Pancawarna, Garut, Giok. Itu batu-batu yang ramai di luar Galih Asem dan Galih Kelor," katanya.

Meski menerima banyak pesanan, Slamet tak mau gegabah memenuhi semuanya karena khawatir akan merusak lingkungan tempatnya mengambil batuan fosil itu di suatu lokasi di Kota Semarang.

Sampai sekarang Slamet juga masih merahasiakan lokasi penemuan batuan fosil itu karena khawatir terjadi eksploitasi besar-besaran mengingat harga akik fosil yang masih cukup tinggi.

"Di tingkat kolektor, akik Galih Asem dan Galih Kelor ini bisa sampai jutaan rupiah. Namun, saya hanya jual Rp 200-300 ribu/biji. Itu pun, tidak semua pesanan saya bisa penuhi," pungkasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement