Ahad 21 Jun 2015 16:48 WIB

ICW: Lebih Baik Revisi UU Tipikor Dibanding UU KPK

Rep: Issha Harruma/ Red: Angga Indrawan
Gedung KPK
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 belum pantas direvisi. Bahkan ICW mempertanyakan urgensi revisi tersebut.

"Apa urgensinya ketika UU-nya sudah baik dan konten-konten yang akan direvisi malah cenderung merugikan dan membonsai kewenangan KPK," kata Lola Easter, anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW di kantor ICW, Jakarta, Ahad (21/6).

Salah satu yang dianggap akan memperlemah KPK, yakni pencabutan kewenangan untuk melakukan penyadapan. Lola mengatakan, jika kewenangan tersebut dihapuskan, maka pengungkapan kasus besar akan sulit dilakukan. Begitu juga jika mekanisme penyadapan diatur terlalu ketat. Lola menyebut akan muncul kekhawatiran kebocoran informasi mengenai penanganan perkara korupsi.

"Selama ini kita lihat kasus-kasus besar merupakan hasil dari penyadapan itu. Misal, Angelina sondakh, itu buah dari tapping KPK," ujarnya.

Ia pun menilai mekanisme penyadapan masih dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut dikarenakan orang-orang yang disadap KPK memang kemudian terbukti terlibat dalam kasus korupsi dan diputus bersalah di pengadilan. 

"Jadi bicara abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) bisa dimentahkan. Itu sudah gugur karena pengungkapan-pengungkapan kasus oleh KPK," kata Lola. 

Menurut Lola, yang lebih diperlukan saat ini adalah revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Jika pemerintah dan DPR ingin memperkuat KPK dan mendukung pemberantasan korupsi, lanjutnya, maka hal yang perlu dilakukan adalah revisi UU Tipikor, bukan UU KPK.

Hal senada disampaikan anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW yang lain, Aradila Caesar. Laki-laki yang biasa disapa Ara itu menjelaskan, usulan revisi UU Tipikor sebenarnya sudah dilakukan pemerintah sejak 2007 dengan tim yang diketuai Andi Hamzah. 

Namun, sambungnya, pada 2011, naskah RUU Tipikor yang disusun pemerintah itu batal diserahkan ke DPR untuk dibahas. Pembahasan pun, lanjutnya, belum ada hingga saat ini meskipun RUU Tipikor masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2019.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement