REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Marwan Jafar, menilai penolakan warga yang daerahnya menjadi tujuan transmigran belum terlalu memahami konsep perpindahan penduduk yang direncanakan institusinya. Benturan kepentingan antara masyarakat asal dan masyarakat pendatang menjadi salah satu sebab ditolaknya program transmigrasi di beberapa daerah.
Program transmigrasi yang diluncurkan Kementerian Desa PDTT dianggap akan menjadikan masyarakat asal sebagai kelompok minoritas. "Transmigrasi pada masa pemerintahan saat ini tak sekadar memindahkan orang dari satu tempat ke tempat yang lain, tapi juga ada pembekalan keahlian bagi transmigran dan penduduk setempat untuk memanfaatkan potensi SDA yang ada," ujar Marwan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/6).
Marwan mengakui, banyaknya persoalan di daerah transmigrasi, kebanyakan didominasi benturan antara warga pendatang dan warga lokal. Karena itu, sebelum benar-benar menjalankan program transmigrasi, para transmigran dan masyarakat pribumi akan dimediasi agar tidak terjadi benturan kepentingan antara pendatang dan masyarakat asal.
"Ya nanti pemerintah akan fasilitasi, agar pendatang dan masyarakat pribumi bisa berbagi peran dalam memanfaatkan potensi SDA yang ada. Kalau semua masyarakat, baik pendatang maupun pribumi mempunyai kesadaran bersama untuk membangun daerah, saya kira program transmigrasi akan kembali bisa mencapai kesuksesan," kata politikus PKB tersebut.
Kesuksesan transmigrasi, imbuh Marwan, memang diperlukan satu pemahaman bersama antara masyarakat pendatang dan masyarakat setempat. Terbukti, program transmigrasi yang dijalankan sejak masa pemerintahan Presiden RI ke-2 Soeharto berhasil membentuk desa-desa baru, bahkan berhasil membentuk dua provinsi baru di Indonesia.
"Asal semua persoalan bisa diselesaikan dengan musyawarah, program transmigrasi terbukti bisa mencapai keberhasilan di beberapa daerah di Indoensia," ujar Marwan.