REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais menilai Letjen TNI (Purn) Sutiyoso memiliki kapasitas sebagai Kepala Badan Intelijen Negara karena pengalamannya sebagai prajurit TNI dan karir sipil di pemerintahan.
"Saya melihat sosok Bang Yos (Sutiyoso) dengan pengalaman yang panjang sebagai prajurit dan sipil. Beliau sebagai gubernur mengalami perubahan paradigma," katanya, Kamis (17/6).
Hanafi menjelaskan Sutiyoso selama menjadi prajurit TNI memandang berbagai hal di luar dirinya sebagai ancaman.
Namun menurut dia, setelah menjadi Gubernur DKI Jakarta mengalami perubahan paradigma yaitu harus melihat tidak semua hal terkait ancaman.
"Karena dia (Sutiyoso) dua periode Gubernur DKI Jakarta, mengalami Gubernur dengan empat presiden sehingga mengalami perubahan paradigma," ujarnya.
Menurut dia, Sutiyoso memiliki kapabilitas untuk memahami tantangan kontemporer untuk dipahami dengan bijaksana. Hal itu ujar Hanafi bisa menjadi bekal bagi institusi BIN dalam memperkuat politik Indonesia.
"Sutiyoso memiliki kapabilitas memahami tantangan kontemporer yang dapat 'dikunyah' dengan bijaksana," ucapnya.
Selain itu dia menilai BIN perlu dipandang sebagai sebuah mesin besar reformasi pertahanan dan keamanan negara sejak 1998.
Menurut dia sejak 2011, telah dibuat UU Intelijen untuk memenuhi harapan publik terhadap nafas demokrasi.
"BIN dimanapun selalu dihadapkan pada paradoks di negara demokrasi," tukasnya.
Dia menjelaskan paradoks keberadaan BIN di negara demokrasi seperti Indonesia yaitu menginginkan transparansi dan akuntabilitas ditiap lembaga negara.
Namun di sisi lain menurut dia, BIN memiliki jangkauan kerja yang harus memenuhi kerahasiaan dan itu menjadi konsensus di negara manapun.
"Di UU Intelijen disebutkan untuk menjawab dua kutub tantangan itu, BIN diberi ruang jalankan praktek-praktek intelijen berpayung pada kerahasiaan negara, namun tetap dipantau," tuturnya.