REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Salahuddin Wahid atau biasa dipanggil Gus Solah menyambut baik rekomendasi Mabes Polri kepada dua jenderal polisi aktif untuk masuk dalam seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Karena, menurutnya, sudah seharusnya ada unsur Polri dan Kejaksaan di posisi pimpinan KPK. "Ini menunjukkan kalau ada niatan baik di dalam Polri," kata Gus Solah, Selasa (16/6/2015).
Apa yang terjadi belakangan ini, menurut Gus Solah, menunjukkan kalau ada persoalan yang mendasar di dalam hukum Indonesia. Bahwa, tidak ada institusi hukum yang bisa disebut bersih. "Semuanya memiliki persoalan. Masalahnya, kita tidak bisa membiarkan ini berlarut. Harus segera diubah, karena ini menyangkut nasib bangsa," kata dia.
Karena itu, ia melihat, proses seleksi calon pimpinan KPK oleh pansel perlu kearifan untuk memasukan dua unsur tersebut. “Dulu, ada unsur Polri dan Kejaksaan. Ada Pak Ruki, ada Pak Bibit Samad. Ada juga Pak Tumpak. Saya tidak tahu apa persoalan hukum Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Tapi, yang terjadi ini menjadi pelajaran bahwa kita tidak menjadikan hukum lepas dari substansinya," kata Gus Solah.
Apalagi, persoalan penyelidik dan penyidik Polri sudah menjadi pertimbangan hakim dalam gugatan praperadilan. "KPK ini lembaga ad hoc. Tidak bisa dibiarkan terus. Sampai kapan? Harus jelas masa berakhirnya. Setelah itu, kita kembalikan kepada lembaga hukum sesuai undang-undang," katanya.
Yang jelas, saat ini semua bisa dinilai dari kinerjanya. “Kalau memang ada peningkatan kinerja, saya kira rakyat atau publik akan bisa menerima," katanya.