Senin 15 Jun 2015 18:20 WIB

Blind Text menjadi Topeng Blantek

Rep: Aditya Pradana Putra/ Red: Yogi Ardhi Cahyadi
Pementasan kelompok topeng blantek, Pangker Grup, di Tangerang. (Republika/Aditya Pradana Putra)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pementasan kelompok topeng blantek, Pangker Grup, di Tangerang. (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID,"Topeng Blantek? Gue baru denger," tanya Hasyim (25) yang mengaku sebagai orang Betawi saat menyimak pengumuman akan tampilnya Topeng Blantek di Festival Cisadane di Tangerang, Kamis malam (13/6). Pertanyaan serupa tak hanya satu kali terdengar dalam beberapa kali kesempatan kesenian topeng blantek tampil di publik.     

Berbeda dengan kesenian betawi lainnya, seperti lenong, ondel-ondel, dan gambang kromong yang masih akrab di telinga masyarakat, Topeng Blantek makin asing di tengah gencarnya budaya asing yang masuk ke Indonesia, khususnya Jakarta.

 

"Bahkan, dalam acara-acara menyambut ulang tahun Jakarta  sekalipun, topeng blantek kalah pamor dengan kesenian Barongsay. Tak banyak undangan untuk meramaikan ulang tahun daerah asal kesenian ini," kata pemimpin kelompok topeng blantek, Pangker Grup, Marhasan (55).

Mirip dengan lenong, topeng blantek memiliki alur cerita dengan diiringi musik gambang kromong tetapi seluruh pemainnya memiliki kebebasan berimprovisasi dan tanpa naskah dialog. Hal itu merupakan cikal bakal nama kesenian ini, saat zaman kolonial orang Belanda dulu menyebut kami "blind" berarti buta dan "text" berarti naskah.

Dari kata "blind text" inilah orang-orang pribumi mendengarnya sebagai ‘blantek’ akhirnya keterusan menyebut kesenian ini sebagai ‘topeng blantek’ yang berarti sandiwara tanpa naskah. Selain itu, hal yang membedakan dengan lenong adalah setting pementasan yang sederhana dengan hanya dikelilingi tiga sundung atau alat pembawa rumput dengan lampu obor di tengahnya. Permainan topeng blantek berlangsung antara dua hingga tiga jam dengan dibuka oleh si Jantuk, karakter dalang pementasan ini yang mengenakan topeng, sekaligus menjadi pengantar cerita.

Sedikit titik cerah kelestarian topeng blantek masih ada, setidaknya masih ada belasan anak muda yang saat ini bergabung ikut berlatih topeng blantek di Pangker Grup. "Anak-anak muda itu harapan kami untuk mencegah topeng blantek menjadi seperti anak ayam mati di lumbung padi. Ironis jika topeng blantek mati di negerinya sendiri yang kaya budaya ini," kata Marhasan. 

sumber : Republika Foto
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement